Rabu 04 Apr 2012 16:27 WIB

"Cabut Sanksi Myanmar dan Intensifkan Upaya Damai Laut Cina Selatan"

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Hazliansyah
Bendera baru Myanmar
Bendera baru Myanmar

REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH --Para pemimpin negara Asia Tenggara meminta negara Barat, termasuk Uni Eropa agar mencabut sanksi terhadap Myanmar, Rabu (4/4).

Kesimpulan tersebut diperoleh dari hari pertama konferensi tingkat tinggi (KTT) ASEAN di ibukota Kamboja. Presiden Myanmar Thein Sein yang hadir dalam pertemuan tersebut medapatkan apresiasi atas reformasi yang terjadi di negaranya. Pekan lalu, Myanmar menyelenggarakan pemilihan sela yang dimenangkan oleh ikon prodemokrasi Aung San Suu Kyi.

Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengatakan, saran pencabutan sanksi akan disampaikan ke Uni Eropa. Uni Eropa memberi sanksi terhadap junta militer Myanmar karena melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia. Dalam konferensi selama dua hari tersebut, Thein Sein melaporkan bahwa pemilihan sela di negaranya diikuti hampir seluruh pemilih dan terlaksana dengan damai. Laporan Sein mendapat pujian dari Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.

Hingga kini, Myanmar masih diangap sebagai negara gagal di Asia Tenggara. Myanmar kerap ditegur karena tidak menjalankan demokrasi, termasuk menjadikan Suu Kyi sebagai tahanan rumah selama bertahun-tahun. "Hal ini merupakan perubahan besar. Biasanya, isu mengenai Myanmar dilihat sebagai suatu masalah tapi kini pandangan itu berubah," ujar Natalegawa.

Ia menambahkan, para menteri luar negeri ASEAN akan menyampaikan permintaan pencabutan sanksi ketika bertemu dengan Uni Eropa di masa mendatang.

Selain persoalan Myanmar, 10 negara juga membahas mengenai sengketa Laut Cina Selatan. Mereka berjanji menggalakkan perdamaian dan saling pengertian di wilayah sengketa.

"Kami menggarisbawahi upaya intensif dan implementasi penuh panduan dalam Deklarasi Tata Perilaku (DOC)," ujar para pemimpin dalam pernyataan di akhir KTT.

Kesimpulan yang sama juga diperoleh dalam KTT serupa tahun lalu di Indonesia. Menurut mantan diplomat Thailand Pavin Chachavalpongpun, pernyataan tersebut lemah tapi sangat dimengerti sebab ASEAN belum bisa menentukan posisinya terkait Laut Cina Selatan.

Cina, Brunei, Malaysia, Filipina dan Vietnam sudah sejak lama memperebutkan pulau-pulau di sekitar wilayah tersebut. Wilayah itu diyakini mengandung sumber hidrokarbon yang kaya.

sumber : Ap/Afp
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement