Selasa 21 Feb 2017 17:15 WIB

Parlemen Kamboja Dukung Amandemen UU tentang Pemilu

Pemimpin Kamboja Hun Sen
Foto: Reuters
Pemimpin Kamboja Hun Sen

REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Parlemen Kamboja mendukung amendemen undang-undang 1998 tentang pemilihan umum, yang akan melarang partai politik terlibat dalam penyebaran kebencian dan kegiatan lain, yang mengancam keamanan nasional, Senin (20/2).

Penentangnya menyatakan perubahan UU itu akan menghalangi oposisi Perdana Menteri Hun Sen menyampaikan kritik ke pemerintah. Anggota dewan memberi suara untuk usul itu dan Partai Rakyat Kamboja sebagai kelompok penguasa dikabarkan mendukung amendemen UU tersebut.

Oposisi menilai, perubahan itu akan mengancam sistem demokrasi banyak partai, yang telah berjalan sesuai dengan perjanjian perdamaian 1991. Amendemen itu juga akan mengubah Kamboja menjadi negara dengan sistem politik satu partai. Kelompok oposisi menuduh, Hun Sen tengah berusaha mencalonkan diri kembali untuk periode ketiga masa jabatannya, khususnya jelang pemilihan daerah, Juni dan pemilihan umum tahun depan. 

Nantinya, isi pasal amandemen juga akan melarang politisi yang tengah dituntut di pengadilan untuk mencalonkan diri, bahkan partai pengusungnya dapat dibubarkan. Namun, aturan itu tidak berlaku untuk oposisi veteran, Sam Rainsy yang telah dituntut untuk sejumlah kasus pencemaran nama baik.

Rainsy mengasingkan diri di Prancis sejak 2015 untuk menghindar dari jeratan hukum. Rainsy juga mundur dari Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) bulan ini dengan alasan ingin menyelamatkan partainya dari ancaman pelarangan.

Meski demikian, ia masih menyangkal seluruh gugatan yang dikenakan terhadap dirinya, berdalih tuntutan itu dilatari kepentingan politik. Sebanyak 55 anggota dewan Partai CNRP memboikot proses pemungutan suara Majelis Nasional terkait usulan amandemen, Senin.

Kelompok itu mengatakan, UU sengaja direvisi agar pemerintah dapat menggugat oposisinya. Namun, partai pendukung Hun Sen yang cukup dominan di parlemen dapat mengesahkan aturan revisi itu tanpa perlu didukung pihak lain.

Anggota dewan partai penguasa, Chheang Vun mengatakan akan mengizinkan Kementerian Dalam Negeri untuk mulai menutup sekitar 76 partai politi di Kamboja. Ia menilai, hanya 45 partai yang dianggap layak.

Pegiat Hak Asasi Manusia untuk Asosiasi Negara Asia Tenggara menyebut, amandemen UU itu adalah "liang lahat" bagi demokrasi di Kamboja. Pegiat lainnya, Human Rights Watch (HRW) mengaku telah melakukan konsolidasi dengan penguasa terkait.

"Pelaksanaan demokrasi di Kamboja akan semakin terancam. Upaya pemerintah membekukan aktivitas lembaga donor dan bantuan dari pemerintah asing cukup mengecewakan," kata Direktur HRW untuk Asia Phil Robertson.

Kamboja yang sebelumnya banyak mengalami konflik kini telah berubah, khususnya sejak dipimpin Hun Sen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement