Selasa 31 May 2016 14:31 WIB

Pengungsi Afghanistan: Saya Lebih Suka di Penjara daripada di Tempat Ini

Rep: Gita Amanda/ Red: Teguh Firmansyah
Pengungsi Afghanistan (ilustrasi)
Foto: AP Photo/Ahmad Nazar
Pengungsi Afghanistan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Kelompok Amnesty International pada Selasa (31/5), melaporkan jumlah pengungsi dalam negeri Afghanistan bertambah dua kali lipat. Peningkatan tak terlepas dari konflik yang terus berlangsung.

Menurut Amnesty, minimnya pelayanan dasar membuat kehidupan 1,2 juta warga terancam. Jumlah orang-orang yang melarikan diri dari rumah mereka di Afghanistan kian memburuk dalam beberapa tahun terakhir. Terlebih, perhatian dan bantuan global saat ini telah beralih ke krisis lainnya.

Direktur Amnesty Internasipnal Asia Selatan Champa Patel tak menampik jika perhatian dunia saat ini telah pindah ke konflik lain.  "Semakin banyak warga Afghanistan yang mendekam dalam kondisi mengerikan di negara mereka sendiri dan berjuang untuk kelangsungan hidup mereka tanpa akhir," kata Patel dalam sebuah pernyataan.

Amnesty mengatakan, pengungsi Afghanistan tak memiliki tempat tinggal yang layak, makanan, air, akses ke pelayanan kesehatan, pekerjaan dan pendidikan. Amnesty mengutip seorang wanita berusia 50 tahun yang tinggal di barat Afghanistan yang  mengatakan, binatang saja tak akan tinggal di tempat  mereka.

"Saya lebih suka berada di penjara daripada di tempat ini, setidaknya di penjara saya tak perlu khawatir mengenai makanan dan tempat tinggal," kata Amnesty mengutip wanita tersebut.

Amnesty menambahkan, kelangkaan makanan membuat beberapa orang berjuang untuk sekadar makan satu hari sekali.  Seorang tokoh masyarakat di kamp Chaman-e-Barbak di Kabul, Raz Muhammad, mengatakan kepada Amnesty, mereka sebagian besar hidup dengan mengkonsumsi roti atau sayuran rusak dari pasar.

Baca juga, Serangan Udara Hancurkan Stasiun Radio ISIS di Afghanistan.

Akses ke layanan kesehatan di Afghanistan, kini hanya terbatas pada klinik keliling yang dioperasikan oleh badan-badan amal atau pemerintah. Namun layanan tersebut tak selalu tersedia.

Wanita yang berbicara kepada Amnesty kembali mengatakan, jika sakit ia harus mengemis untuk mendapat sejumlah uang agar dapat ke klinik swasta. "Kamu tak punya pilihan lain," katanya.

Laporan juga mengutip seorang ibu tujuh anak yang tinggal di sebuah kamp di Kabul, Farzana. Ia tinggal di di kamp selama lebih dari satu dekade, setelah melarikan diri dari rumahnya di Provinsi Parwan. Sejak suaminya meninggal beberapa tahun lalu, ia telah menjadi pencari nafkah tunggal.

"Saat Anda tak bisa menaruh makanan di atas meja untuk anak-anak Anda, itu lebih buruk dari dipukul dengan pistol," kata Farzana.

sumber : Reuters/AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement