Rabu 13 Oct 2010 00:32 WIB

Cina Terus Didesak Bebaskan Pemenang Hadiah Nobel

liu Xiaobo
Foto: AP
liu Xiaobo

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA--Empat pakar hak asasi manusia (HAM) PBB pada Senin mendesak Cina untuk segera membebaskan pemenang hadiah Nobel asal China Liu Xiaobo bersama tahanan lainnya yang ditangkap karena menyuarakan hak kebebasan berbicara. "Selama bertahun-tahun, kami telah menyampaikan kekhawatiran kami kepada pemerintah Republik Rakyat Cina terkait pelanggaran hak dasar manusia terhadap Liu Xiaobo," kata para pakar tersebut dalam sebuah pernyataan yang dikutip AFP.

Pernyataan itu menyebutkan bahwa para pakar mendesak Cina untuk segera melakukan pembebasan. "Dalam hal ini, kami mengajukan permohonan kepada Pemerintah RRC untuk melepaskan semua orang yang ditahan karena berdemonstrasi damai dalam menuntut hak kebebasan berekspresinya," kata mereka.

Para aktivis di Cina mengatakan pada Senin bahwa peraih hadiah Nobel Cina Liu Xiaobo telah mendedikasikan kemenangannya untuk para korban kerusuhan di Tiananmen Square pada 1989.

Penulis berusia 54 tahun yang dipenjarakan selama 11 tahun pada December setelah menggagas petisi keras yang menyerukan reformasi demokrasi itu, diberikan hadiah oleh panitia pelaksana yang berbasis di Oslo pada Jumat, yang kemudian memantik reaksi keras dari Beijing.

Istrinya, Liu Xia, juga ditahan dalam status tahanan rumah pada Senin. "Liu XIaobo merupakan pembela hak asasi manusia yang tangguh dan telah memperjuangkan posisi HAM di Republik Rakyat Cina secara kontinyu dan damai. Kami menyambut baik penghargaan terhadap kinerjanya itu," kata para ahli PBB itu.

Mereka mendesak Cina untuk meratifikasi traktat HAM paling penting di seluruh dunia yaitu Konvensi Internasional tentang Hak Politik dan Sipil, yang telah diratifikasi oleh 166 negara.

Para ahli tersebut meliputi pengawas dan pelapor khusus PBB untuk hak kebebasan beropini dan berekspresi, Frank La Rue, ketua kelompok kerja tentang penahanan semena-mena, El Hadji Malick Sow, pelapor khusus tentang situasi pembela HAM, Margaret Sekaggya, dan pelapor khusus tentang pengacara dan hakim yang independen, Gabriela Knaul.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement