Kamis 10 Jun 2010 00:06 WIB

Pengakuan Surya Fachrizal Saat Ditembak Israel (2)

Red: irf
ilustrasi
ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN--Saya sendiri waktu itu tidak membayangkan kalau beberapa saat setelahnya akan dibawa tentara Israel. Bayangan saya, “Ah… kayaknya sudah nggak bakal sampai ke Gaza nih. Pulang ah… Main sama anak-anak dan nulis berita…” Sesudah itu, yang paling banyak terpikirkan bagaimana memilih angle tulisan, dan apa saja yang mau ditulis.

Terus terang saya sempat bingung mau nulis apa setiap hari, sejak di Istanbul. Karena saya menyiapkan diri untuk menulis features di majalah, dan tidak terlalu siap menulis hard news. Alhamdulillah, kami bertiga, saya, Mas Dzikru dan Mbak Santi, jadi bisa bergantian mengirim berita pendek setiap hari.

Tak lama kemudian, pasien cedera di hall tempat saya berbaring sudah pergi semua. Karena itu saya digotong lagi oleh teman-teman Indonesia, dipindahkan ke hall yang masih banyak orang cederanya. Mereka yang sehat sebagian besar sudah disuruh keluar oleh tentara Israel lewat pintu belakang . Saya tak tahu mereka kemana, sebab rasanya kapal itu masih berlayar tapi tujuan akhirnya masih jauh.

Sesudah semua penumpang yang sehat habis, Hanin Zo’bi, anggota parlemen Israel orang Arab-Palestina di dekat saya minta kepada tentara agar tidak semua diangkut helikopter karena banyak yang terlalu parah. Saya sendiri berusaha untuk tidak pingsan. Alhamdulillah. Saya nggak sadar ada Okvi atau tidak di samping saya.

Tahu-tahu seorang tentara Israel menyuruh saya berdiri dan berjalan. Setelah melihat-lihat keadaan saya sebentar, tentara Israel berkulit bule dan berpenutup muka itu bilang, “Yes, you can walk. Stand up and walk up stairs… I will help you to stand.” Saya pikir, gile juga nih orang, gue baru ditembak disuruh jalan. Sesudah saya berdiri saya dibiarkan jalan sendiri, terhuyung-huyung. Dia membantu memegangi infus di belakang saya.

Nafas memang sudah mulai teratur, tapi badan rasanya lemas sekali. Alhamdulillah tidak terasa sakit. Saya sama sekali tidak membayangkan, apa yang belakangan ditemukan dokter dan tertulis di status medis saya, bahwa peluru menghantam dada kanan atas saya, masuk menyerempet paru-paru, mematahkan rusuk kanan terakhir, merobek diafragma, menyerempet liver sedikit, dan kemudian peluru itu berhenti sebelum menyentuh tulang panggul.

Berjalan kaki dari kursi makan tempat saya berbaring menuju dek 6 di atap kapal rasanya kelabu. Saya benar-benar sendirian. Semua ruangan kapal yang saya lewati sudah kosong melompong dari para relawan. Tentara Israel lalu lalang.

Dari dek 3 saya keluar ke teras sebelah kanan, lalu saya berjalan lewat tangga besi berpagar, muncul di teras dek 4 dekat ruang wartawan, lalu naik lagi tangga besi ke dek 5 dekat anjungan kapten. Sepanjang jalan kulihat suasana sangat berantakan tapi tanpa manusia. Nampak bekas-bekas perkelahian, alat-alat elektronik, matras, besi-besi bekas pagar kapal, darah berceceran di mana-mana.

Yang paling parah, tangga vertikal dari dek 5 ke dek 6, penuh dengan lumuran darah. Saya dipaksa naik lewat tangga yang tegak itu. Rasanya berat sekali. Sempat celana saya kedodoran, lalu diperbaiki oleh tentara yang mengawal. Celana saya memang sudah terbuka sejak pertama kali disuruh berdiri oleh tentara Israel di dek 3. (bersambung)

 

Pengakuan Surya Fachrizal Saat Ditembak Israel (1)

Pengakuan Surya Fachrizal Saat Ditembak Israel (3)

Pengakuan Surya Fachrizal Saat Ditembak Israel (4)

Pengakuan Surya Fachrizal Saat Ditembak Israel (5-habis)

sumber : sahabat alaqsha/hidayatullah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement