Sabtu 09 Jun 2018 21:58 WIB

Ratusan Pengedar Narkoba Ditembak Mati

Penembakan ini dilakukan tanpa didahului proses hukum.

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID  Lebih dari 130 orang yang dituduh sebagai pengedar narkoba tewas ditembak dan 13 ribu lainnya ditangkap hanya dalam waktu tiga minggu di Bangladesh. Tindakan ini telah memicu kecaman dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Organisasi HAM PBB menuduh Pemerintah Bangladesh melakukan pembunuhan di luar proses hukum yang menyerupai tindakan Presiden Filipina Rodrigo Duterte dalam pemberantasan narkoba.

"Bahkan jika orang menjual atau menggunakan narkoba, bukan berarti Anda berhak membunuh mereka. Mereka berhak untuk mendapatkan proses hukum," kata Ravina Shamdasani, juru bicara Komisioner Tinggi PBB untuk urusan HAM.

PBB khawatir dengan pernyataan pemerintah bahwa tidak seorang oun yang terbunuh yang tidak bersalah. "Ini cara berbahaya dalam memandang persoalan. Menunjukkan kurangnya penghormatan terhadap aturan hukum," katanya.

Pemerintah Bangladesh menyatakan 130 orang yang tewas sejak 13 Mei lalu merupakan pengedar narkoba. Mereka tewas dalam tembak-menembak dengan polisi atau dengan geng lainnya. Namun organisasi-organsasi HAM mengatakan satuan polisi yang diterjunkan memiliki catatan pembunuhan di luar proses hukum.

"Sebelum rangkaian pembunuhan ini diselidiki secara independen, dan prosedur yang tepat diterapkan untuk melindungi masyarakat, kampanye itu harus dihentikan," kata Brad Adams, Direktur Human Rights Watch Asia.

Kampanye anti-narkoba ini diperintahkan oleh Perdana Menteri Sheikh Hasina untuk menangani penyebaran metamfetamin yang populer disebut "yaba". Narkoba ini diselundupkan ke Bangladesh dari negara tetangga Myanmar dan mengandung kombinasi stimulan.

Pemerintah menyatakan masuknya pengungsi Rohingya ke Bangladesh tahun lalu turut memicu meningkatnya penyalahgunaan metamfetamin. Polisi setempat melaporkan seorang remaja 12 tahun dari pengungsi Rohingya termasuk di antara ribuan orang yang ditangkap dalam beberapa hari terakhir.

Dia dituduh menyelundupkan 3.000 tablet yaba ke Dhaka. Departemen Pengendalian Narkotika Bangladesh mengatakan ada tujuh juta pecandu narkoba di negara berpenduduk 163 juta itu.

Pemilihan umum nasional Bangladesh akan diadakan akhir tahun ini. Perdana Menteri Sheikh Hasina berusaha untuk terpilih kembali. Pemilu terakhir pada tahun 2014 diboikot oleh partai oposisi utama, yang menyebabkan kemenangan telak bagi Hasina, tetapi dengan jumlah pemilih hanya 22 persen.

Menteri Kehakiman Bangladesh telah bertemu dengan Komisaris Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa pekan lalu dan menjanjikan adanya investigasi terhadap penumpasan narkoba.

PBB menyerukan agar investigasi dilakukan secara independen dan transparan. "Kami mendesak pemerintah menindaklanjuti komitmen ini, memastikan hal ini bukan investigasi biasa, melainkan yang independen, transparan, dan bermakna dengan maksud mengadili pelaku pembunuhan ini," kata Shamdasani.

Kepala HAM PBB Zeid Ra'ad Al Hussein mencatat langkah Bangladesh menangani krisis Rohingya ketika mendesak negara itu terkait strategi anti-narkotika. "Bangladesh pantas dipuji karena dukungannya yang luar biasa untuk pengungsi Rohingya, menjadi contoh bagi dunia," kata Zeid Ra'ad Al Hussein.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement