Selasa 13 Nov 2018 03:35 WIB

Utusan PBB Dorong Libya Adakan Pemilu Juni 2019

Format pemilu Libya akan diputuskan dalam konferensi nasional pada awal 2019

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Libya
Bendera Libya

REPUBLIKA.CO.ID, PALERMO -- Utusan PBB untuk Libya berharap untuk mengadakan pemilihan pada bulan Juni tahun depan, setelah ia membatalkan rencana pemilihan pada bulan Desember. Namun, Libya harus terlebih dahulu menggunakan konferensi nasional pada awal 2019 untuk memutuskan format jajak pendapat.

Utusan Khusus PBB Ghassan Salame memutuskan untuk membatalkan rencana untuk mengadakan pemilihan pada 10 Desember setelah meningkatnya kekerasan di Libya. Negara tersebut telah dicengkeram oleh konflik dan lumpuh oleh kebuntuan politik sejak penggulingan Muammar Gaddafi pada 2011.

Salame berbicara kepada Reuters sebelum dimulainya konferensi di Palermo yang diselenggarakan oleh Roma dengan tujuan mendorong rencana baru PBB. Pada pekan lalu dia mengatakan rencana ini akan mencakup pemilihan di musim semi, tanpa merinci lebih lanjut.

Pada wawancara hari Senin (12/11), ia mengatakan ini berarti pemungutan suara akan diadakan antara akhir Maret dan akhir Juni. Namun format pemungutan suara akan tergantung pada apa yang diputuskan pada konferensi nasional yang dijadwalkan pada awal 2019.

"Kami ingin bertanya pada konferensi nasional apa jenis pemilihan yang Anda inginkan, parlemen atau presiden, dan jenis hukum apa," kata Salame.

Utusan itu mengatakan konferensi nasional sebaiknya harus berlangsung di tanah Libya. Dia mengatakan survei telah menunjukkan bahwa 80 persen orang Libya menginginkan pemilihan untuk mengakhiri kebuntuan di antara pemerintahan lawan Libya, yang keduanya didukung oleh kelompok-kelompok bersenjata.

Salame mengatakan dia berharap konferensi Palermo akan memberi tekanan pada parlemen Libya yang diakui secara internasional, House of Representatives (HOR), yang telah menolak untuk menyetujui undang-undang pemilihan.

"HOR telah steril, tidak menghasilkan hukum. Saya pikir kita perlu representasi yang lebih luas dari orang Libya," katanya.

Dia juga meminta bank sentral untuk menyatukan nilai tukar dinar terhadap dolar untuk mencegah kelompok-kelompok bersenjata dengan akses ke dolar murah dari menjualnya di pasar gelap dengan harga premium.

Libya telah memperkenalkan biaya pada transaksi mata uang keras (hard currency) yang telah membantu menurunkan selisih antara rate pasar resmi dan pasar gelap. Namun, rate terpadu tetap diperlukan.

"Kami memuji hasil, kami ingin nilai tukar ini turun bahkan lebih rendah," katanya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement