Kamis 12 Apr 2018 18:02 WIB

Bolivia Minta Diadakan Pertemuan DK PBB untuk Bahas Suriah

Permintaan Bolivia ini disampaikan setelah Donald Trump memperingatkan serangan rudal

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Nidia Zuraya
Dewan Keamanan PBB
Foto: AP
Dewan Keamanan PBB

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Bolivia meminta Dewan Keamanan PBB untuk menggelar pertemuan pada Kamis (12/4). Pertemuan itu dimaksudkan untuk membahasretorika mengenai Suriah dan ancaman aksi militer sepihak.

Permintaan Bolivia tersebut dilakukan beberapa jam setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memperingatkan serangan rudal.Trump memperingatkan Rusia pada Rabu mengenai aksi militer yang akan segera terjadi di Suriah atas dugaan serangan gas beracun yang mematikan

Pihaknya menyatakan bahwa rudal akan datang. Washington juga mencerca Moskow karena berdiri di pihak Presiden Suriah Bashar al-Assad. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), puluhanorang tewas dan ratusan lainnya terluka dalam serangan itu.

"Ada konsistensi dalam ancaman ini, jadi kami prihatin karena tindakan sepihak apa pun akan menjadi pelanggaran terhadap prinsip dan tujuan piagam (PBB)," kata Dubes Bolivia untuk PBB Sacha Sergio Llorentty Soliz kepada wartawan.

Sebelumnyapada Selasa (10/4),dewan beranggotakan 15 negara itu gagal untuk menyetujui tiga rancangan resolusi mengenai serangan senjata kimia di Suriah. Rusia memveto teks AS, sementara dua resolusi yang disusun Rusia gagal mendapatkan sembilan suara untuk lolos.

"Apa pun yang terjadi selanjutnya harus mematuhi hukum internasional," kata Duta Besar Swedia Olof Skoog kepada wartawan pada Rabu (11/4), mengacu pada rencana AS untuk aksi militer.

Beberapa diplomat mengatakan ada beberapa argumen untuk membenarkan pengeboman Suriah atas dugaan serangan senjata kimia.Dapat dikatakan bahwa serangan sedang dilakukan untuk mendukung resolusi Dewan Keamanan PBB.

Seperti halnya pada tahun 1998 ketika sebuah operasi pengeboman AS dan Inggris menyerang fasilitas penelitian dan penyimpanan senjata Irak. Operasi serangan itu dilakukan untuk membalas penolakan pemerintah Irak untuk bekerja sama sepenuhnya dengan penyelidikan senjata PBB.

Atau, serangan terhadap Suriah juga bisa dibenarkan sebagai tindakan untuk menghentikan penggunaan atau penyebaran senjata pemusnah massal. Langkah itu diambil karena Dewan Keamanan PBB tidak dapat bertindak.

Setiap negara yang melakukan serangan terhadap Suriah atas serangan senjata kimia juga dapat mempertahankan tindakan mereka berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB. Isi pasal tersebut mencakup hak individu atau kolektif untuk membela diri terhadap serangan bersenjata.

"Penggunaan senjata kimia, sekali diizinkan untuk menyebar, adalah ancaman bagi semua orang dan jika itu mengambil alih dan menjadi bagian rutin dari pertempuran, maka kita semua berisiko," kata salah seorang diplomat Dewan Keamanan, berbicara dengan syarat anonim.

Bentrokan antara Trump dan Putin mengenai Suriah telah mengguncang saraf global. Pada September 2014, AS memperjuangkan dimulainya aksi militernya terhadap militan ISIS di Suriah berdasarkan Pasal 51. Washington menyatakan bahwa pihaknya menyerang ISIS di Suriah untuk menghapuskan ancaman terhadap Irak, AS dan sekutu-sekutunya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement