Ahad 06 May 2018 02:12 WIB

Jepang Kini Izinkan Wanita Jadi Pemandu Banteng

Sebelumnya, seorang wanita dilarang masuk ke arena pertandingan.

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Endro Yuwanto
Banteng (ilustrasi)
Foto: houstonzoo.org
Banteng (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAPAN -- Jepang kini mengizinkan seorang wanita untuk memasuki arena adu banteng tradisional Jepang untuk pertama kalinya. Hal itu menyusul pencabutan larangan dalam upaya untuk memodernisasi olahraga di negara itu.

Seorang wanita pemandu banteng Yuki Araki menemani hewannya pada gelaran pembukaan musim adu banteng di Yamakoshi, Pulau Hokkaido, beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, seorang wanita dilarang masuk ke arena pertandingan. Sebab, arena itu dianggap telah disakralkan dengan dimurnikan memakai garam dan anggur beras yang dianggap suci bagi masyarakat di sana.

Adu banteng Jepang yang dikenal sebagai "togyu" berbeda dari versi bahasa Spanyol. Dalam versi Jepang, tidak ada banteng yang terbunuh.

Sebaliknya, dua binatang mengunci tanduk dan berusaha mendorong satu sama lain. Kemudian, banteng jantan memiliki pemandu untuk mendorong mereka dan pertarungan berakhir jika salah satu tergores dengan yang lain.

Pejabat adu banteng Katsushi Seki mengatakan, langkah membolehkan perempuan berada di arena itu diperlukan untuk olahraga agar menarik generasi #MeToo. Hastag generasi #MeToo merupakan kaitan dengan kasus pada beberapa bulan terakhir. Para wanita Jepang yang juga telah berbicara tentang pelecehan seksual. Saat itu, dua pejabat tinggi kemudian mengundurkan diri karena skandal seks. "Kesetaraan untuk laki-laki dan perempuan adalah tren zaman."

Dengan membuka arena itu untuk perempuan, kata Seki, ia dan pihak lain berharap olahraga tradisional ini akan terus berlanjut sampai ke masa depan dan perempuan dilibatkan di dalamnya.

Langkah untuk mencabut larangan terhadap wanita juga mengikuti insiden dalam arena gulat sumo bulan lalu. Seorang wanita melakukan pertolongan pertama pada seorang pria di sana. Kemudian, diperintahkan oleh seorang wasit untuk segera pergi, sebab wanita dilarang masuk arena, padahal hal itu untuk kebaikan pemain. Pemain itu akhirnya meninggal.

Para wanita berlari ke ring di saat Wali Kota Maizuru Ryozo Tatami jatuh sakit tiba-tiba saat memberikan pidato. Secara tradisional, hal itu dipandang sebagai "najis", wanita tidak diizinkan masuk ke lingkaran sumo ataupun arena lain yang dianggap sakral.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement