Senin 18 Jun 2018 10:20 WIB

Malaysia Tinjau Infrastruktur Pemerintahan Najib dengan Cina

Kesepakatan proyek pemerintahan Najib dengan Cina dinilai tidak transparan.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Mantan PM Malaysia, Najib Razak
Foto: The Star
Mantan PM Malaysia, Najib Razak

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Malaysia telah menjadi mitra utama dalam proyek infrastruktur Cina yang mencakup negara-negara di seluruh dunia. Akan tetapi pemerintah baru Malaysia menyatakan akan meninjau kembali proyek-proyek infrastruktur yang direncanakan oleh pemerintahan sebelumnya dengan Cina.

Rezim yang dipimpin oleh Perdana Menteri Najib Razak memiliki hubungan yang cukup hangat dengan Cina. Pemerintahan Najib telah menandatangani serangkaian kesepakatan pembangunan proyek-proyek yang didanai Beijing, termasuk proyek jaringan kereta api utama dan pelabuhan laut.

Sejumlah kritikus mengatakan kesepakatan itu tidak memiliki transparansi. Beberapa spekulasi muncul yang mengatakan investasi Cina dicurigai bisa digunakan untuk melunasi utang dari skandal keuangan yang menjerat Najib.

Pemerintahan baru Malaysia yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mahathir Mohammed telah berjanji untuk meninjau kembali kesepakatan-kesepakatan dengan Cina yang dianggap meragukan. Langkah itu tentu akan mempertanyakan status Malaysia sebagai salah satu mitra paling kooperatif bagi Beijing dalam proyek infrastruktur.

Pada 2013, Cina telah meluncurkan inisiatifnya untuk menghidupkan kembali rute perdagangan Jalur Sutra kuno dengan jaringan global yang terdiri dari pelabuhan, jalan, dan kereta api. Rencana itu dijuluki "One Belt, One Road".

Kamboja sebagai sekutu Malaysia dan Cina dipandang sebagai salah satu titik terang proyek itu di Asia Tenggara. Sementara proyek tersebut di negara lain masih menghadapi beragam kendala, mulai dari pembebasan lahan hingga negosiasi berlarut-larut dengan pemerintah.

"Malaysia di bawah kepemimpinan Najib bergerak cepat untuk menyetujui dan melaksanakan proyek itu," ujar Murray Hiebert, peneliti senior dari lembaga think-tank Center for Strategic and International Studies, dikutip Arab News.

Investasi asing langsung Cina ke Malaysia hanya mencapai 0,8 persen dari total arus masuk FDI bersih pada 2008. Namun angka itu telah meningkat menjadi 14,4 persen pada 2016, menurut studi dari ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapura.

Hiebert mengatakan, fakta itu secara luas diasumsikan bahwa Malaysia telah melakukan transaksi cepat dengan Cina. Harapannya adalah untuk mendapatkan bantuan guna menutupi utang dari dana 1MDB yang dibentuk Najib.

Najib dan rekan-rekannya dituduh mencuri sejumlah besar uang publik dalam sebuah skandal penipuan besar-besaran. Kebencian publik pada skandal itu akhirnya menggulingkan pemerintahan Najib. Perubahan pemerintahan di Malaysia sejak enam dekade telah memungkinkan Najib untuk menghadapi hukuman penjara.

Sebelumnya, Mahathir telah mengumumkan penghentian proyek kereta api cepat Malaysia dengan Singapura. Hal tersebut dilakukan karena ia tengah berusaha untuk mengurangi utang nasional negaranya yang cukup besar.

Proyek itu masih berada dalam tahap awal dan belum menerima dana dari Cina sebagai bagian dari "One Belt, One Road." Akan tetapi perusahaan-perusahaan Cina dipastikan akan membangun jalur yang akan menjadi penghubung dalam rute kereta api berkecepatan tinggi, dari Provinsi Yunnan di Cina ke Singapura, untuk mengangkut barang-barang ekspor Cina.

Mahathir mengatakan perjanjian dengan Cina juga sekarang sedang dinegosiasi ulang. Proyek lain yang didanai Cina juga ditinjau ulang, termasuk pelabuhan laut di Malaka dekat rute pelayaran penting, dan sebuah taman industri yang sangat besar.

Belum jelas proyek mana yang akan dibatalkan, tetapi para pakar yakin beberapa proyek akan terus berjalan. Kementerian Luar Negeri Cina belum menanggapi permintaan untuk komentar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement