Ahad 21 Oct 2018 09:30 WIB

Afghanistan Gelar Pemilu Parlemen di Bawah Ancaman Taliban

Taliban mengklaim telah melancarkan 164 serangan pada Sabtu (20/10).

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Budi Raharjo
Taliban di Afganistan (ilustrasi).
Foto: aljazirah
Taliban di Afganistan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,KABUL -- Afghanistan akhirnya menggelar pemilihan parlemen yang telah lama tertunda, pada Sabtu (20/10). Pemilihan ini merupakan pemilihan pertama yang diadakan tanpa bantuan dan pengawasan luar negeri yang besar sejak akhir pemerintahan Taliban pada 2001.

Namun pemilihan ini berlangsung di bawah ancaman serangan dari Taliban. Sekitar pukul 17.00 sore, polisi Kabul mengatakan, seorang pembom bunuh diri berusaha memasuki sebuah tempat pemungutan suara di pinggiran utara ibu kota.

Pelaku kemudian meledakkan bomnya saat polisi tengah berusaha menghentikannya. Sedikitnya 10 pemilih sipil dan lima petugas polisi tewas dalam serangan ini.

Di tempat lain di ibu kota, ledakan keras terdengar di dekat kompleks apartemen besar. Ledakan ini tidak banyak merusak, tetapi membuat ratusan pemilih panik dan berlarian ke jalan-jalan.

Taliban, yang telah berjanji akan mengganggu jalannya pemungutan suara, mengklaim telah melancarkan 164 serangan nasional pada Sabtu (20/10). Beberapa hari sebelum pemilihan, serangan Taliban menewaskan seorang pejabat keamanan utama di Provinsi Kandahar.

Insiden itu membuat pihak berwenang memutuskan untuk menunda pemilihan di sana selama satu pekan. Sementara di provinsi lain, 10 calon anggota parlemen juga dilaporkan terbunuh selama kampanye.

Lebih dari delapan juta pemilih telah terdaftar untuk memilih sekitar 2.500 kandidat yang akan memperebutkan 249 kursi di majelis rendah parlemen. Sebanyak 400 kandidat perempuan ikut serta dalam pemilihan ini.

Pemilihan parlemen merupakan tahap penting menjelang pemilihan presiden yang direncanakan akan diselenggarakan pada musim semi mendatang. Pemilihan ini menjadi tonggak demokrasi penting di Afghanistan yang telah lama merindukan keadaan normal.

Para pejabat tahu kekerasan dan kecurangan mungkin akan terjadi. Tetapi ada konsensus diam-diam di antara para pemimpin Afghanistan dan pendukung asing mereka bahwa hari pemungutan suara yang cukup adil dan tanpa kekerasan harus dianggap sukses.

Di ibu kota Kabul dan di kota-kota lain di seluruh negeri, banyak tempat pemungutan suara yang terlambat dibuka dan bahkan tidak dibuka sama sekali. Orang-orang menunggu dalam antrean sepanjang pagi dan banyak dari mereka yang menyerah.

Warga yang berhasil memberikan suara turut menggambarkan kekacauan dalam tempat pemungutan suara. Banyak kotak suara yang hilang dan banyak nama-nama kandidat yang salah cetak dalam surat suara.

Sistem ID biometrik dipasang pada menit terakhir untuk mengurangi penipuan. Namun sistem ini justru hanya mempermalukan panitia pemilihan, karena banyak yang tidak berfungsi.

“Ada kekacauan di sana,” kata seorang buruh berambut abu-abu bernama Rahmatullah Ahmadzadi, dikutip The Washington Post. Dia berjalan dengan marah saat keluar dari sebuah tempat pemungutan suara di Kabul barat sekitar pukul 10.00 pagi.

Suaranya bergetar saat dia mengangkat jari telunjuknya yang telah dicelupkan dalam tinta ungu. "Ada 5.000 orang yang terdaftar di tempat ini, tapi hanya 100 orang yang dapat memberikan suara," jelasnya.

Ketua Free and Fair Election Forum of Afghanistan, Mohammad Yousuf Rasheed, mengatakan orang-orang terlihat antusias untuk memilih meskipun ada ancaman keamanan. Akan tetapi, ia mengaku kecewa melihat kurangnya persiapan yang dilakukan oleh komisi pemilihan.

Rasheed menuturkan, tim pengamatnya telah menyaksikan sejumlah serangan bersenjata yang dilakukan oleh Taliban di tempat pemungutan suara di beberapa provinsi, termasuk Faryab, Logar, dan Herat. Beberapa anggota timnya bahkan ikut terluka dalam serangan-serangan itu.

Di ibu kota Kabul, pasukan keamanan bersenjata telah ditempatkan di banyak persimpangan dan di setiap tempat pemungutan suara. Jalan-jalan diblokir, hampir tidak ada kegiatan lalu lintas, dan kebanyakan orang berjalan kaki ke sekolah atau masjid di lingkungan mereka untuk memilih.

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menyoblos di sebuah gedung sekolah menengah di bawah pengamanan ketat bersama dengan istrinya, Rula. "Hari ini kami membuktikan bersama, kami akan menegakkan demokrasi, memberikan suara tanpa rasa takut," ujar Ghani.

Banyak pemilih yang menggambarkan pemilihan ini sebagai kesempatan untuk membawa wajah baru dan ide-ide baru ke arena politik. Para pemilih pemula tampak sangat bersemangat, meskipun menghadapi frustrasi yang sama dengan orang lain ketika mereka mencoba untuk memilih.

"Antreannya terlalu panjang, tetapi saya tidak akan pergi tanpa memilih," kata Abdul Ghafour (43 tahun). Ia menunggu di antrean khusus laki-laki yang terlihat tidak bergerak sama sekali. Sementara para perempuan memilih di tempat terpisah.

"Negara kita membutuhkan orang-orang baru yang berkuasa. Saya punya kandidat yang saya suka. Ia memiliki gelar master dan bisa berbicara delapan bahasa. Ia pantas untuk ditunggu," tambah Ghafour.

Namun di media sosial, orang-orang yang tinggal di provinsi yang sangat jauh, mengeluhkan kekacauan di tempat pemilihan. Di Provinsi Herat, seorang pria mengaku harus menunggu empat jam untuk bisa memilih.

Di Provinsi Konar, tempat pemungutan suara kehabisan tinta yang harus dicelupkan ke jari warga yang telah selesai memilih. Di Qarabagh, sebuah kota di utara Kabul, para pemilih memblokir jalan raya untuk melakukan protes setelah surat suara pemilu gagal tiba pada tengah hari.

Menjelang sore, puluhan tempat pemungutan suara masih belum dibuka di Kabul. Panitia pemilihan mengumumkan, pemungutan suara di beberapa daerah akan diperpanjang sampai pukul 20.00 malam, dan mungkin sampai hari Minggu. Menurut para pejabat, hanya 360 tempat pemungutan suara dari 4.900 yang mengalami masalah besar.

Adanya penundaan pemilihan akibat kekerasan di Kandahar, ditambah kemungkinan adanya penundaan di Kabul dan di tempat lain karena masalah teknis, hasil pemilihan mungkin baru akan dihitung dalam beberapa minggu ke depan. Panitia juga harus menghadapi kecurigaan dan perselisihan.

Kehidupan adalah anugerah berharga dari Allah SWT. Segera ajak bicara kerabat, teman-teman, ustaz/ustazah, pendeta, atau pemuka agama lainnya untuk menenangkan diri jika Anda memiliki gagasan bunuh diri. Konsultasi kesehatan jiwa bisa diakses di hotline 119 extension 8 yang disediakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes juga bisa dihubungi pada 021-500-454. BPJS Kesehatan juga membiayai penuh konsultasi dan perawatan kejiwaan di faskes penyedia layanan
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement