Kamis 20 Dec 2018 17:23 WIB

Pemerintah Tunggu Laporan Kedubes untuk Sikapi Kasus Uighur

Kedutaan Cina diminta menjelaskan kejadian yang menimpa Muslim Uighur di Xinjiang.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Muslim Uighur dan Masjid Id Kah, Kashgar, Xianjiang, Cina.
Foto: farwestcina.com
Muslim Uighur dan Masjid Id Kah, Kashgar, Xianjiang, Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengatakan, Pemerintah Indonesia prihatin dengan penindasan dan kekerasan yang dialami oleh Suku Uighur di Provinsi Xinjiang, Cina. Adapun, sampai saat ini pemerintah belum membuat pernyataan resmi karena masih menunggu laporan dari Kedutaan Besar RI di Beijing yang sudah ditugaskan untuk mencari tahu keadaan yang sebenarnya terjadi.

Jusuf Kalla mengatakan, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi telah memanggil duta besar Cina untuk Indonesia pada 17 Desember 2018 lalu. Adapun, Retno telah menyampaikan keprihatinan Indonesia terhadap peristiwa yang terjadi di Xinjiang, Cina. Pemerintah tetap mendukung penegakan hak asasi manusia jika terbukti ada tindakan diskriminatif terhadap Suku Uighur.

"Tapi semuanya menunggu laporan dari Kedubes kita dan juga follow-up dari pemanggilan dubes Cina ke Menlu pada tiga hari lalu," ujar Jusuf Kalla di kantornya, Jakarta, Kamis (20/12).

Pemerintah Indonesia meminta kepada Kedutaan Cina di Indonesia untuk menjelaskan kejadian yang menimpa Muslim Uighur di Xinjiang, kepada masyarakat umum dan ormas-ormas Islam. Di sisi lain, apabila terbukti ada tindak diskriminatif terhadap Suku Uighur, maka Indonesia akan mendukung penegakan hak asasi manusia.

"Pemerintah tetap (mendukung) suatu penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) kalau terjadi diskriminatif dalam agama, melanggar ketentuan atau kesepakatan kita terhadap HAM secara internasional yang harus juga ditaati oleh pihak Cina," kata Jusuf Kalla.

Kementerian Luar Negeri RI telah mendiskusikan isu dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap suku Uighur di Provinsi Xinjiang, Cina, dengan Duta Besar Cina untuk Indonesia Xiao Qian. Dalam pertemuan yang diadakan pada 17 Desember lalu, perwakilan Kemlu menyampaikan keprihatinan berbagai kalangan di Indonesia mengenai kondisi masyarakat Uighur.

"Kemlu menegaskan sesuai dengan Deklarasi Universal HAM PBB, kebebasan beragama dan kepercayaan merupakan hak asasi manusia. Merupakan tanggung jawab tiap negara untuk menghormatinya," kata Juru Bicara Kemlu Arrmanatha Nasir di sela-sela acara "Diplomacy Festival" (DiploFest) di Universitas Padjadjaran, Bandung, Rabu (20/12) malam.

Dalam kesempatan tersebut, Dubes Cina menyampaikan komitmen negaranya terhadap perlindungan HAM. Dubes Cina juga sependapat bahwa informasi mengenai kondisi masyarakat Uighur penting untuk diketahui publik.

"Walaupun merupakan isu dalam negeri Cina, Kemlu mencatat keinginan Kedubes Cina di Jakarta untuk terus memperluas komunikasi dengan berbagai kelompok masyarakat madani untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi masyarakat Uighur di Cina," ujar Arrmanatha.

Sementara itu, pemerintah Cina menolak tudingan masyarakat internasional bahwa rezimnya telah melanggar HAM terhadap etnis Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang. Pemerintah Cina beralasan tindakan tegas tersebut dilakukan untuk mencegah terjadi penyebaran ideologi radikal di kalangan masyarakat Uighur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement