Selasa 14 May 2019 23:53 WIB

43 Wanita dan Anak Rohingya akan Diperdagangkan ke Malaysia

Polisi Bangladesh berhasil mencegah 43 perempuan Rohingya diperdagangkan ke Malaysia

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah warga Rohingya menunggu di truk Polisi Myanmar untuk dibawa kembali menuju penampungan sementara yang didirika pemerintah di Desa ManSi dekat Sittwe, Negara Bagian Rakhinne, Myanmar, Rabu (21/11).
Foto: Nyunt Win/EPA EFE
Sejumlah warga Rohingya menunggu di truk Polisi Myanmar untuk dibawa kembali menuju penampungan sementara yang didirika pemerintah di Desa ManSi dekat Sittwe, Negara Bagian Rakhinne, Myanmar, Rabu (21/11).

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Polisi Bangladesh mencegah puluhan Muslim Rohingya, kebanyakan dari mereka perempuan, akan diperdagangkan ke Malaysia dengan kapal, Selasa (14/5). Sebanyak 43 wanita, dan 11 anak-anak akan dikembalikan ke kamp pengungsian.

"Setelah mendapatkan informasi dari sumber rahasia, tim kami melakukan operasi tadi malam dan menyelamatkan mereka," kata perwira polisi Abul Khair kepada Reuters, Selasa (14/5).

Baca Juga

Para penyelundup telah mengambil setidaknya 69 Rohingya dari kamp-kamp pengungsi di distrik Bazar Cox. Kemudian menjanjikan mereka bekerja di Malaysia di mana banyak Rohingya yang sudah tinggal.

Puluhan Muslim Rohingya telah naik kapal dalam beberapa bulan terakhir untuk mencoba ke Malaysia. Kegiatan yang dikhawatirkan pihak berwenang bisa menjadi gelombang baru penyelundupan manusia melalui laut, setelah penumpasan perdagangan manusia pada 2015.

Diperkirakan 25 ribu warga Rohingya menyeberangi Laut Andaman ke Thailand, Malaysia, dan Indonesia pada 2015. Sebagian besar tenggelam dalam perahu yang tidak aman, dan kelebihan muatan.

Lebih dari 700 ribu Rohingya menyeberang ke Bangladesh pada 2017. Mereka melarikan diri dari penumpasan tentara di negara bagian Rakhine Myanmar.

Myanmar yang mayoritas beragama Buddha menganggap Rohingya sebagai migran ilegal dari anak benua India. Mereka telah mengurung puluhan ribu orang di kamp-kamp pada 2012.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement