Sabtu 23 Dec 2017 13:58 WIB

Ingin Shalat di Al Aqsha, 3 WN Turki Ditangkap Polisi Israel

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Budi Raharjo
Polisi Israel berjaga di luar kompleks Masjid Al Aqsha di Kota Tua Yerusalem, Selasa (25/7).
Foto: AP
Polisi Israel berjaga di luar kompleks Masjid Al Aqsha di Kota Tua Yerusalem, Selasa (25/7).

REPUBLIKA.CO.ID,YERUSALEM -- Polisi Israel menahan tiga warga Turki yang hendak melaksanakan ibadah shalat Jumat di Masjid Al-Aqsha, Yerusalem, pada Jumat (22/12). Saksi mata mengatakan dua di antaranya, Abdullah Kizilirmak dan Mehmet Kargili, adalah warga Belgia-Turki, yang memegang paspor Belgia.

"Sebelumnya hari ini, polisi Israel melarang sejumlah jamaah Turki untuk memasuki kompleks masjid Al-Aqsha," kata seorang saksi mata kepada Anadolu.

Keduanya dilaporkan mengenakan kaos bendera Turki saat mereka mencoba memasuki kompleks al-Aqsha. Polisi Israel kemudian mengatakan mereka harus melepaskan kaos yang mereka kenakan, jika ingin masuk.

Umeyr Ahmed Merrid, pengacara yang ditunjuk oleh Unit Pertahanan Sipil Kementerian Kehakiman Israel, mengatakan Kizilirmak dan Kargili dituduh memukul polisi Israel. Sementara pria ketiga, Adem Koc, ditangkap setelah shalat Jumat dan dia dituduh mengganggu ketertiban umum setelah menghadiri demonstrasi ilegal.

Penolakan ketiga warga Turki itu kemudian berujung pada perkelahian dan ketiganya ditangkap. Mereka dijadwalkan akan muncul di pengadilan pada Sabtu (23/12).

Seorang diplomat dari Konsulat Turki di Yerusalem saat ini tengah berada di kantor polisi Israel. Iras al-Dibs, juru bicara Otoritas Wakaf Islam Yordania, mengatakan sekitar 45 ribu jamaah telah melakukan shalat Jumat di al-Aqsha pada hari itu.

Dalam khotbah Jumatnya, imam Al-Aqsha Sheikh Mohamed Salim mengecam keputusan Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Sambil menekankan karakter Arab dan Muslim kota suci tersebut, Salim mengucapkan terima kasih kepada negara-negara yang mendukung resolusi di Majelis Umum PBB yang menolak keputusan AS

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan pejabat tinggi Turki lainnya telah berada di garis depan internasional untuk menentang langkah AS. Turki mensponsori resolusi PBB dan mengadakan pertemuan darurat Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) sebagai tanggapan atas keputusan Trump.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement