Selasa 23 Jan 2018 08:23 WIB

Mahmoud Abbas Desak Uni Eropa Segera Akui Palestina

Uni Eropa harus mengadakan pertemuan untuk ambil keputusan.

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Palestina Mahmoud Abbas berbicara dalam pertemuan Dewan Pusat Organisasi Pembebasan Palestina di Ramallah, Ahad (14/1).
Foto: AP Photo/Majdi Mohammed
Presiden Palestina Mahmoud Abbas berbicara dalam pertemuan Dewan Pusat Organisasi Pembebasan Palestina di Ramallah, Ahad (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas, mendesak negara-negara Uni Eropa untuk segera mengakui Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Seperti dilansir Aljazirah, Selasa (23/1), dalam sebuah pertemuan dengan para menteri luar negeri Uni Eropa, Abbas menyebut blok 28 negara tersebut sebagai mitra sejati. Abbas juga mendesak UE untuk meningkatkan upaya politik di Timur Tengah.

"Pengakuan Uni Eropa terhadap Palestina tidak akan membuat dimulainya kembali perundingan damai dengan Israel. Sebaliknya, itu akan mendorong rakyat Palestina untuk terus mengharapkan perdamaian dan menunggu sampai perdamaian terjadi," katanya.

Menurut Abbas, Uni Eropa sepakat dengan Palestina terkait permasalahan Yerusalem. Hanya saja keputusan belum ditetapkan karena UE harus mengadakan beberapa pertemuan lain sebelum mengambil keputusan tersebut.

Komentar Abbas dari Brussels disampaikan pada hari yang sama saat wakil presiden AS, Mike Pence, menyampaikan ke parlemen Israel bahwa AS akan memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem pada akhir 2019.

Para pemimpin Palestina memboikot kunjungan Pence karena keputusan AS yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini mengulangi komitmen blok tersebut untuk sebuah solusi dua negara dengan Yerusalem sebagai ibukota bersama kedua negara bagian.

Baca juga, Palestina Ingatkan AS Agar tak Pindahkan Kedubes ke Yerusalem.

Berbicara di samping Abbas, Mogherini mengatakan itu adalah satu-satunya cara yang realistis dan layak untuk memenuhi aspirasi yang sah dari kedua belah pihak.

"Kita perlu berbicara dan bertindak secara bijaksana dan konsisten dengan rasa tanggung jawab untuk mencapai kesepakatan solusi dua negara, yang telah diadvokasi oleh kekuatan internasional sejak persetujuan Oslo pada 1990an," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement