Senin 17 Sep 2018 15:50 WIB

Abbas: Israel dan AS Rusak Upaya Perdamaian

Pembangunan rumah ilegal Israel berlangsung masif.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Palestina Mahmoud Abbas
Foto: VOA
Presiden Palestina Mahmoud Abbas

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH –- Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan, Israel dan Amerika Serikat telah melawan upaya penciptaan perdamaian. Menurut Abbas, kebijakan Israel, dengan dukungan dari AS, justru membuat usaha perdamaian mandek.

“Pembunuhan, perluasan permukiman, penghancuran, dan pencabutan penduduk Palestina tidak akan membawa perdamaian atau keamanan,” kata Abbas dalam sebuah pertemuan dengan mantan anggota parlemen sayap kiri Israel pada Ahad (16/9), seperti dilaporkan kantor berita Palestina WAFA.

“Kebijakan (Israel) ini dan keputusan AS yang bias bertentangan dengan resolusi internasional dan merusak peluang membuat perdamaian berdasarkan solusi dua negara sepanjang perbatasan 1967,” kata Abbas menambahkan.

Baca juga, Turki Kecam UU Negara Bangsa Yahudi-Israel.

Sejak 1967, Israel telah membangun lebih dari 230 permukiman ilegal di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Pada September 2016, Dewan Keamanan PBB menerbitkan resolusi yang mengecam permukiman Israel dan menyebutnya sebagai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional.

Namun resolusi Dewan Keamanan PBB tak menghentikan Israel dalam memperluas permukiman Yahudi di wilayah Palestina yang diduduki. Pada Agustus lalu, misalnya, Israel mengumumkan akan membangun 2.100 rumah di Tepi Barat.

Pengumuman itu segera menuai kecaman dan penentangan dari Palestina. Saat ini terdapat lebih dari 700 ribu pemukim Yahudi yang tinggal di 196 permukiman di Tepi Barat.

Masifnya pembangunan permukiman Yahudi ilegal di wilayah Palestina yang diduduki dinilai sebagai hambatan utama perundingan perdamaian kedua negara. Perundingan tersebut telah terhenti sejak 2014 lalu.

Prospek perdamaian berdasarkan solusi dua negara kian menciut ketika AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017. Pengakuan itu tidak hanya dikutuk Palestina, tapi juga negara-negara Arab dan Muslim. Keputusan AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dianggap telah melanggar berbagai kesepakatan dan resolusi internasional.

Pengakuan itu pun kian menyulitkan proses negosiasi antara Israel dan Palestina. Sebab Palestina telah mendambakan Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara masa depan mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement