REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN--Seperti halnya banyak jalan menuju Roma, banyak pula jalan untuk mengakali sanksi Barat. Itulah yang dilakukan Iran setelah mendapat sanksi dari AS dan Uni Eropa pada 1 Juli lalu.
Sanksi terbaru ini melarang negara-negara anggota Uni Eropa (EU) berdagang minyak mentah dan bertransaksi dengan Bank Sentral Iran. Sanksi yang berlaku penuh 1 juli lalu memang bertujuan memaksa Iran untuk menghentikan program nuklirnya.
Baik AS dan Uni Eropa sama-sama menuduh Iran melakukan pengayaan uranium dan mengembangkan senjata nuklir –tuduhan yang berulang kali dibantah oleh Teheran.
Ini memang bukan pertama kali sanksi yang dijatuhkan Barat terhadap Iran, Juga bukan kali pertama Iran menolak tunduk. Seperti biasa, setelah Barat menjatuhkan sanksi, Iran pun mulai bermanuver menyiasati.
Sanksi tak dipungkiri memang berdampak nyata, berdasar catatan resmi pemerintah Iran, yang paling terasa yakni penurunan ekspor minyak mentah Iran sebesar 1,6 juta barel per hari, sekitar 20-30 persen dari total ekspor minyak Iran. Bukan jumlah yang sedikit.
Sektor industri migas Iran bergerak cepat. Belum sepuluh hari setelah sanksi berlaku, sektor swasta Iran membentuk tiga konsorsium migas. Misi konsorsium ini adalah menghadang para pesaing.
Pesaing di sini misalnya adalah Arab Saudi. Secara bisnis, embargo AS terhadap perdagangan Iran memang menguntungkan Arab Saudi. Pasalnya Arab Saudi berpotensi mencaplok pasar minyak Iran yang raib akibat embargo. Setelah sanksi misalnya, Arab Saudi bahkan sudah menambah produksi harian minyak mereka sampai 1,6 juta barel per hari.
Tapi ketua Asosiasi Pengekspor Produk Petrokimia, Pengilangan Gas dan Minyak Iran, (API), Hasan Khosrowjerdi, seperti yang dilansir Iran News pada Juli lalu, berjanji memastikan bahwa Arab Saudi atau negara-negara pengekspor minyak yang lain tidak akan bisa mengambil alih pasar Iran.
Salah satu taktik yang digunakan konsorsium ini adalah mengalihkan perdagangan minyak Iran dari yang bersifat antarpemerintah menjadi antarswasta. Caranya dengan menjalin kerja sama langsung dengan sektor swasta negara pembeli.
Dengan cara ini para pembeli minyak bisa menggunakan bank swasta dantidak harus bank sentral negara masing-masing. Taktik tersebut di Iran memiliki dasar hukum. Lazimnya minyak memang komoditas strategis yang dimonopoli oleh negara.
Tapi di Iran, parlemen sudah mengesahkan undang-undang yang membolehkan pihak swasta menjual sampai 20% minyak mentah Iran. UU ini tenu sangat bermanfaat bagi Iran yang berulang kali mendapat hantaman sanksi ekonomi Barat, terutama di sektor migas.