Selasa 23 Oct 2012 20:24 WIB

Cuekin Sanksi, Perusahan Swiss Vitol Dagang Minyak dengan Iran

Salah satu penyimpanan dan pabrik pengilangan minyak milik Vitol di Fujairah, Uni Emirat Arab
Foto: REUTERS
Salah satu penyimpanan dan pabrik pengilangan minyak milik Vitol di Fujairah, Uni Emirat Arab

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA/BEIJING---Satu lagi bukti sanksi AS dan Uni Eropa terhadap Iran tak menggentarkan seluruh pelaku industri perminyakan dunia. Salah satu pemain minyak terbesar dunia, Vitol, membeli dan menjual minyak Iran.

Menganggap angin lalu sanksi Barat. Bulan lalu Vitol membeli 2 juta barel minyak mentak, yang biasa digunakan untuk bahan bakar, dari Iran dan menawarkan ke pedagang Cina, demikian hasil investigasi Reuters terhadap 10 sumber industri, pengiriman dan perdagangan minyak di Asia Selatan, Cina dan Timur Tengah.

Sayangnya juru bicara Vitol menolak untuk memberi komentar.

Vitol, perusahaan berbasis di Swiss masih mampu melakukan transaksi karena tidak memiliki kewajiban untuk mematuhi larangan untuk berdagang minyak dengan Iran yang resmi berlaku 1 Juli lalu oleh Uni Eropa. Switzerland, memang memutuskan tidak mengikuti sanksi AS dan UE terhadap Teheran.

Awal tahun ini, perusahaan tersebut sempat menghentikan perdagangan minyak mentah dengan Iran, tepatnya perusahaan yang berkantor di daratan utama Eropa. Penghentian itu dilakukan sebelum sanksi penuh diberlakukan 1 Juli.

Dalam transaksi itu dilaporkan praktik pengiriman komoditi lewat kapal tanker Iran yang memiliki sistem navigasi GPS diganti dengan transfer langsung dari kapal-ke kapal, mencampurkan minyak dengan bahan bakar dari sumber lain untuk menyamarkan spesifikasi fisik kargo.

Vitol SA adalah persahaan minyak swasta yang dipimpin oleh CEO asal Inggris, Ian Taylor. CEO yang lama menjabat ini adalah salah satu tokoh di antara pendonor utama Partai Konservatif Inggris yang tengah berkuasa dengan PM David Cameron. Inggris ialah salah satu pengkritik terpedas Teheran dalam program nuklir dan salah satu pemimpin gagasan sanksi Uni Eropa.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement