Senin 07 Jan 2013 15:55 WIB

Terancam Bangkrut, Mesir Bakal Terbitkan Sukuk

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Seorang bocah lelaki membawa roti di atas kepala berjalan menjauh dari kerumunan rusuh di Lapangan Tahrir, Kairo.
Foto: REUTERS
Seorang bocah lelaki membawa roti di atas kepala berjalan menjauh dari kerumunan rusuh di Lapangan Tahrir, Kairo.

REPUBLIKA.CO.ID, MESIR -- Pemerintah Mesir berencana menerbitkan sukuk untuk mengatasi defisit anggaran yang mencapai 200 miliar pounds Mesir. Penerbitan obligasi syariah menjadi salah satu pilihan selain melalui pinjaman International Monetary Fund (IMF).

Dewan Syura yang sekarang memegang penuh kekuasaan legislatif sedang mengupayakan rancangan undang-undang yang mengatur penerbitan obligasi. Pemerintah Mesir sangat berharap sukuk dapat membantu mengurangi defisit anggaran.

Menurut Dewan Syura dan Anggota Freedom and Justice Party (FJP), Ashraf Badreddin, sukuk tidak memiliki biaya tagihan dan bisa digunakan pemerintah untuk meminjam di pasar modal. Dia menyebut saat ini Mesir membayar bunga utang negara sebesar 140 miliar LE.

"Akibatnya 25 hingga 30 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Mesir untuk membayar utang," ujarnya seperti dikutip dari Al Ahram Weekly, Senin (7/1)

Badreddin mengatakan banyak investor di seluruh dunia lebih memilih memiliki obligasi sukuk. Berdasarkan laporan akuntan Ernst & Young, permintaan global untuk obligasi sukuk diperkirakan akan mencapai 900 miliar Dollar AS pada 2017.

Saat ini obligasi sukuk sebesar 300 miliar Dollar AS. Prediksi peningkatan permintaan sukuk berasal dari pertumbuhan industri perbankan syariah dan 'alat' yang sesuai dengan prinsip keuangan syariah..

Dalam hitung-hitungan, defisit anggaran Mesir pada kuartal pertama 2012 mencapai 50 milyar pounds Mesir (8,1 milyar dolar) atau 32,4 milyar dolar selama satu tahun fiskal, setara dengan 13% dari GDP--- jumlah yang mengancam kebangkrutan sebuah negara.

Defisit kali ini, menurut Al Monitor, diberi suplemen pula berupa peningkatan inflasi. Kondisi itu menyulitkan pemerintah untuk menyesuaikan dengan syarat Dana Moneter Internasional (IMF) untuk memotong defisit anggaran hingga 8,5 persen dari GDP pada tahun fiskal 2013-2014

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement