Ahad 25 May 2014 01:41 WIB

Pemimpin Kudeta Thailand Bubarkan Senat

Red: M Akbar
Panglima Militer Thailand, Prayuth Chan-ocha saat menginspeksi para pasukannya di sebuah barak militer Thailand di pinggiran Bangkok.
Foto: AP Photo/Apichart Weerawong, File
Panglima Militer Thailand, Prayuth Chan-ocha saat menginspeksi para pasukannya di sebuah barak militer Thailand di pinggiran Bangkok.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pemimpin kudeta Thailand Sabtu malam waktu setempat membubarkan senat dan memindahkan pejabat pemerintah penting untuk beberapa jabatan tidak aktif menyusul kudeta yang dilakukan Kamis.

Panglima Militer Thailand, Prayuth Chan-ocha, mengatakan bahwa ia telah mengambil alih kewenangan DPR dan Senat untuk saat ini dalam hal apapun tindakan yang membutuhkan persetujuan dari parlemen.

Mereka dipindahkan atas perintah junta militer termasuk kepala polisi Jenderal Pol. Adul Saengsingkaew, Kepala Departemen Investigasi Khusus Tharit Pengdit dan Wakil Pertahanan Jenderal Nipat Thonglek.

Jenderal Pol. Adul, Tharit dan Jenderal Nipat dipandang sebagai pendukung pemerintah terpilih yang sebelumnya digulingkan oleh junta kudeta.

Sementara itu Amerika Serikat Jumat menangguhkan bantuan militer senilai 3,5 juta dolar AS untuk Thailand, atau sepertiga bantuan kepada sekutu, dan mendesak warganya untuk mempertimbangkan kembali rencana perjalanan ke negara itu setelah militer mengambil alih kekuasaan.

Juru bicara Departemen Luar Negeri, Marie Harf, mengatakan Washington juga sedang meninjau sisa bantuan AS untuk Thailand - yang berjumlah sekitar 10,5 juta dolar AS pada tahun 2013 - untuk mengupayakan pemotongan lebih lanjut.

''Kami telah menangguhkan sekitar 3,5 juta dolar AS dalam pendanaan dan pelatihan untuk militer Thailand,'' kata Harf kepada wartawan.

''Kami meninjau semua program bantuan lainnya untuk menentukan bantuan lainnya yang mungkin kam tangguhkan.''

Harf mengatakan, Amerika Serikat sedang mencari melalui pendanaan yang dialokasikan untuk badan-badan internasional, termasuk 10 negara blok ASEAN, untuk mengidentifikasi uang yang diarahkan kepada Thailand.

Amerika Serikat telah menghubungi pemimpin junta untuk menyampaikan pesan itu, kata Harf.

''Kami mendesak pemulihan segera pemerintahan sipil, kembali ke demokrasi dan jelas, menghormati hak asasi manusia selama periode ketidakpastian.''

Berdasarkan undang-undang dalam negeri, Amerika Serikat wajib untuk menangguhkan bantuan kepada militer asing yang menggulingkan pemerintah terpilih.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement