Senin 06 Jul 2015 00:43 WIB

Inggris Bangun Monumen Peringatan Korban Serangan Tunisia

Wisatawan meninggalkan Tunisia setelah ada serangan di lokasi wisata pantai, Port El Kantaoui
Foto: emirates247.com
Wisatawan meninggalkan Tunisia setelah ada serangan di lokasi wisata pantai, Port El Kantaoui

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Inggris berencana untuk membangun monumen peringatan yang akan didanai oleh sebuah bank untuk mengenang 30 warga negaranya yang menjadi korban penembakan di Tunisia, kata Perdana Menteri David Cameron.

Ia mengatakan akan ada sebuah monumen peringatan bagi semua warga Inggris yang telah menjadi korban terorisme di luar negeri. "Mereka yang kehilangan nyawa di Tunisia pekan lalu telah menjadi korban tidak berdosa dari kekejaman teroris yang brutal," katanya dilansir AFP, Ahad (5/7).

Menurut Cameron, pembangunan monumen tersebut adalah suatu hal yang pemerintah bisa dan lakukan untuk mendukung keluarga dari korban mengenang dan memperingatinya.

"Lokasi dan desain monumen peringatan akan diputuskan dalam beberapa bulan mendatang," kata Menteri Luar Negeri Tobias Ellwood yang mempunyai kakak yaitu, Jonathan tewas dalam peristiwa bom Bali pada 2002 itu.

Pada Sabtu (4/7), pesawat RAF C-17 telah tiba di Inggris yang membawa kloter terakhir sebanyak lima korban warga negara Inggris dari Tunisia. Cameron juga mengatakan peti mati para korban tersebut akan dibawa menuju Pengadilan Koroner di London untuk memberikan penghormatan terakhir kepada mereka.

Cameron juga memperingatkan kepada warganya yang masih berada di Tunisia untuk lebih waspada karena kemungkinan ada serangan-serangan lanjutan. Pria bersenjata yang melakukan penembakan terhadap wisatawan di pantai dan hotel itu teridentifikasi seorang mahasiswa 23 tahun bernama Seifeddine Rezgui.

Sebanyak 38 turis asing dipastikan menjadi korban dalam peristiwa tersebut terdiri dari 30 warga Inggris, tiga warga Republik Irlandia, dua warga Jerman, satu warga Belgia, satu warga Portugal, dan satu warga Rusia.

Pelaku penyerangan tersebut telah ditembak mati oleh polisi setempat dan pihak Islamic State (IS) mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut. Peristiwa itu merupakan kehilangan terbesar Inggris dalam serangan teror sejak terjadinya pengeboman bunuh diri di sistem transportasi London pada 7 Juli 2005 yang menewaskan 52 orang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement