Catatan Akhir Tahun, Pertaruhan Rusia di Tanah Suriah

Lihat bagaimana, Rusia berulangkali membela rezim Assad di PBB. Beragam resolusi yang hendak dijatuhkan kepada rezim Assad selalu diveto Moskow.

Jika ditarik sedikit ke belakang, ketegangan Barat dan Rusia kembali menghangat setelah tumbangnya pemimpin pro-Moskow di Ukraina. Rusia tak mau kehilangan harga diri di Ukraina. Insiden ini berbuntut pada pencaplokan Crimea oleh Rusia dan ketegangan di wilayah di timur Ukraina.

Dalam sebuah pernyataan di Majelis Umum PBB Presiden Putin kembali menyalahkan Barat atas kekisruhan yang terjadi di Suriah. Putin menganggap kearoganan Barat telah menyebabkan situasi memburuk di kawasan.

"Saya mendesak mereka yang membuat situasi seperti ini, apakah setidaknya Anda menyadari apa yang telah kalian perbuat? Tapi saya khawatir pertanyaan saya ini tetap tidak akan dijawab. Karena mereka tidak akan pernah menarik kebijakannya yang arogan dan kebal hukum."

Tak sedikit pengamat yang menganggap telah terjadi perang Proxy di Suriah. Tanah negeri Syam ini menjadi pertaruhan pertarungan negara-negara besar dunia. Adu kekuatan terjadi antara aliansi Rusia, Iran, Suriah, dan Hizbullah melawan kelompok Barat yang dinahkodai AS dan bersekut dengan negara-negara Arab Suni seperti Saudi, Turki dan Qatar.

Kendati mereka memiliki tujuan sama yakni menghancurkan ISIS, namun maksud akhir berbeda. Barat dan negara Suni secara gamblang menegaskan tidak akan memberikan ruang bagi Assad di masa depan Suriah.

Sebaliknya blok Rusia-Iran ingin tetap mempertahankan Assad. Bagi Rusia, mungkin akan terlalu beresiko jika rezim Assad diganti. Kalaupun Assad digulingkan, maka Moskow tentu sangat berharap penggantinya masih dalam satu lingkaran yang sama sehingga tidak mengganggu kepentingan Rusia.