Selasa 12 Sep 2017 16:58 WIB

Minyak di Korea Utara Jadi Barang Mahal

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Seorang pria Korea Selatan menonton sebuah televisi yang menampilkan siaran berita yang melaporkan peluncuran rudal balistik jarak menengah Korea Utara di sebuah stasiun di Seoul.
Foto: EPA/ Jeon Heon-Kyun
Seorang pria Korea Selatan menonton sebuah televisi yang menampilkan siaran berita yang melaporkan peluncuran rudal balistik jarak menengah Korea Utara di sebuah stasiun di Seoul.

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Harga bahan bakar minyak (BBM) di Korea Utara (Korut) melonjak tak lama setelah Dewan Keamanan PBB menerbitkan sanksi terbarunya, Senin (11/9). Salah satu bentuk sanksi terbaru PBB tersebut adalah membatasi impor minyak ke Pyongyang. 

Berdasarkan laporan awak Radio Free Asia, yang dikutip laman Yonhap, Selasa (12/9), sebelum Korut melakukan uji coba nuklir terakhirnya pada 3 September lalu, harga bensin berkisar 13 ribu won per kilogram. Kini harga bensin meningkat cukup tajam.

"Di Hoeryong, Provinsi Hamgyong Utara, bensin saat ini diperdagangkan dengan harga 17 ribu won per kilogram dan minyak diesel seharga 13 ribu won," kata seorang sumber kepada Radio Free Asia. 

Harga BBM ini diprediksi akan kembali mengalami kenaikan. Sebab di Korut sendiri telah beredar kabar bahwa Cina akan melarang kegiatan ekspor minyak ke Pyongyang. Hal ini tentu akan mempengaruhi harga minyak di dalam negeri Korut. 

Dewan Keamanan PBB, pada Senin (11/9), telah mengadopsi sebuah resolusi rancangan Amerika Serikat (AS) untuk menjatuhkan sanksi terbaru kepada Pyongyang terkait program nuklirnya. Adapun sanksi tersebut berupa menutup akses impor minyak Korut, melarang ekspor tekstil, mengakhiri kontrak kerja warga Korut di luar negeri, menghentikan upaya kerja sama dengan negara lain, serta memberi sanksi kepada lembaga pemerintah tertentu Korut. 

Menurut Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley ini merupakan sanksi terberat yang pernah dijatuhkan untuk Korut. Ia berharap sanksi ini dapat menghentikan program nuklir Pyongyang dan membawanya ke meja perundingan. 

Menanggapi sanksi terbarunya, Korut mengatakan AS selaku aktor di balik resolusi terbaru Deewan Keamanan PBB akan menanggung akibatnya. "AS pada akhirnya mengeluarkan resolusi ilegal dan melanggar hukum atas sanksi yang lebih keras ini. Korut harus benar-benar yakin AS akan menanggung akibatnya," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement