Kamis 14 Dec 2017 16:33 WIB

Cina Geram dengan Amerika Serikat

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden AS Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping.
Foto: AP Photo/File
Presiden AS Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah Cina geram terhadap Amerika Serikat (AS) yang dinilai mencampuri ususan dalam negeri mereka. Kemarahan itu mencuat menyusul rencana bertambatnya kapal angkatan laut Paman Sam di pelabuhan Taiwan.

Cina akan menfgnvasi Taiwan jika angkatan laut AS benar-benar berlabuh di Taiwan yang diklaim sebagai wilayah mereka. Cina dilaporkan tengah melakukan patroli pengepungan pulau di sekitar Taiwan.

Sebelumnya, Presiden Donald Trump menandatangani Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional untuk tahun fiskal 2018, yang memberi wewenang kunjungan timbal balik oleh kapal angkatan laut antara Taiwan dan AS. Tindakan tersebut sekaligus merajut kembali bilateral AS-Taiwan yang diputus pada 1979 guna membina hubungan dengan Cina.

Juru Bicara Kementrian Luar Negeri Cina Lu kang mengatakan, kesepakatan dengan Taiwan tidak mengikat secara hukum. AS, kata ia, secara serius telah melanggar kebijakan 'Cina Bersatu' dan mengganggu urusan dalam negeri mereka.

Lu Kang menambahkan, Cina dengan tegas menentang kesepakatan itu dan telah mengajukan pernyataan tegas kepada pemerintah AS. "Cina sangat menentang setiap pertukaran resmi, kontak militer atau penjualan senjata antara Taiwan dan Amerika Serikat," kata Lu Kang.

Sementara, Pemerintah Taiwan mengaku khawatir dengan meningkatnya kehadiran militer Cina, terlebih dengan latihan yang mereka lakukan dalam beberapa bulan terakhir. Otoritas Taiwan mengatakan, peningkatan kehadiran militer Cina merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab.

Baca juga, 13 Perusahaan Cina dan Korut Terdampak Sanksi AS.

Juru Bicara Presiden Taiwan Alex Huang mengatakan, kemenetrian pertahanan telah mengamati patroli Cina dan siap merespons dengan cepat serta tepat. Dia menambahkan, warga tidak perlu khawatir terkait keamanan nasional dan bisa beristirahan dengan tenang.

"Peningkatan personel militer membahayakan perdamaian dan stabilitas serta hubungan lintas selat. Masyarakat internasional tidak bersikap baik terhadap hal ini," kata Huang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement