REPUBLIKA.CO.ID, PBB -- Lebih dari 16 ribu bayi telah dilahirkan di berbagai kemah pengungsi Rohingya di Bangladesh dalam sembilan bulan sejak kerusuhan memaksa mereka meninggalkan rumah mereka di Myanmar, menurut seorang juru bicara PBB pada Kamis (17/5).
(Baca: Turki Kirim Bantuan untuk Muslim Rohingya Selama Ramadhan)
"Lebih dari 60 bayi Rohingya dilahirkan di kemah pengungsi Bangladesh setiap hari," kata Wakil Juru Bicara PBB Farhan Haq, sebagaimana dikutip Xinhua, Jumat (18/5).
"Itu berarti lebih dari 16 ribu bayi dilahirkan dalam sembilan bulan sejak puncak kerusuhan di Negara Bagian Rakhine."
Anak-anak pengungsi Muslim Rohingya bermain di lokasi pengungsian Kutupalong di Ukhiya, Bangladesh, Kamis (21/12).
"Saat gelombang baru kerusuhan meletus di Negara Bagian Rakhine di Myanmar pada akhir Agustus tahun lalu, beredar laporan mengenai perkosaan dan kekerasan seksual terhadap perempuan serta anak perempuan," kata Haq. Perempuan dan anak kecil yang merupakan penyintas kekerasan seksual termasuk di antara yang paling rentan dan tersisihkan di antara lebih dari 800 ribu pengungsi Rohingya di Cox's Bazar, di bagian paling selatan Bangladesh.
"Mereka memerlukan dukungan khusus, sementara perempuan dan anak perempuan mungkin tak bisa tampil akibat pandangan negatif dan hukuman lain," katanya.
(Baca: Kisah Pilu Pengungsi Rohingya Menyambut Ramadhan)
Unicef (Dana Anak PBB), yang bekerja sama dengan mitranya, menyediakan perawatan sebelum dan pascakelahiran untuk ibu dan bayi warga Rohingya. "Unicef mengerahkan sebanyak 250 sukarelawan masyarakat untuk memastikan bahwa makin banyak perempuan pergi ke instalasi perawatan kesehatan sebelum dan setelah mereka melahirkan."
Unicef juga menyarankan pendaftaran kelahiran yang layak dan sah untuk bayi. Lembaga PBB tersebut khawatir jika tanpa dokumen itu, bayi akan menghadapi kesulitan untuk memperoleh akses ke layanan dasar penting. Padahal, mereka berhak memperoleh itu.
Dari semua bayi yang dilahirkan di kemah pengungsi sejak September, hanya sebanyak 3.000 bayi, atau satu dari lima bayi, dilahirkan di instalasi kesehatan, menurut Badan Anak Dunia tersebut. Hanya sebanyak 18 persen ibu saat ini melahirkan di pusat kesehatan.
Unicef menyatakan lembaga PBB itu juga telah mengerahkan hampir 250 sukarelawan masyarakat untuk memastikan bahwa makin banyak perempuan pergi ke pusat perawatan kesehatan sebelum dan setelah mereka melahirkan.