Ahad 27 May 2018 16:22 WIB

UU Kesetiaan Israel Bikin Warga Palestina Terusir

Warga Palestina yang tak menunjukkan kesetiaan pada Israel dicabut izin tinggalnya.

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Reiny Dwinanda
 Para pengunjuk rasa Palestina berlindung dari gas air mata yang ditembakkan oleh pasukan Israel selama protes di perbatasan Jalur Gaza dengan Israel, sebelah timur Khan Younis, Jalur Gaza, pada Senin, 14 Mei 2018. Ribuan warga Palestina melakukan protes di dekat perbatasan Gaza dengan Israel saat Israel sedang mempersiapkan perayaan meriah Kedutaan Besar AS di Yerusalem.
Foto: AP Photo/Adel Hana
Para pengunjuk rasa Palestina berlindung dari gas air mata yang ditembakkan oleh pasukan Israel selama protes di perbatasan Jalur Gaza dengan Israel, sebelah timur Khan Younis, Jalur Gaza, pada Senin, 14 Mei 2018. Ribuan warga Palestina melakukan protes di dekat perbatasan Gaza dengan Israel saat Israel sedang mempersiapkan perayaan meriah Kedutaan Besar AS di Yerusalem.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Sejak Maret lalu, Israel telah memiliki perangkat hukum baru yang disebut sebagai Undang-Undang Kesetiaan. Perundangan tersebut memberi kekuasaan penuh kepada menteri dalam negeri untuk mencabut tempat tinggal orang Palestina di Yerusalem atas tuduhan melanggar kesetiaan atau loyalitas kepada negara Israel.

Kelompok-kelompok hak asasi telah menunjukkan keprihatinan serius atas UU Kesetiaan terhadap Israel. Mereka mencatat bahwa undang-undang tersebut merupakan pelanggaran hukum internasional yang jelas dan mengancam hak-hak dasar rakyat Palestina di Yerusalem Timur yang diduduki.

Warga Palestina khawatir undang-undang itu akan mempercepat pengusiran warga Palestina dari kota sekaligus digunakan untuk menargetkan warga Palestina yang mengkritik Israel. Anggota Dewan Legislatif Palestina (PLC) Ahmad Attoun juga menjadi korbaan penerapan UU Kesetiaan terhadap Isarel.

Baca juga: Israel Godok RUU Pencabutan Izin Tinggal Warga Palestina

Tak boleh menjejakkan kaki ke Yerusalem diibaratkan Attoun sebagai bentuk pengasingan. Ia merasa sudah mati begitu tak memiliki akses ke Yerusalem yang hanya terpaut beberapa meter dari tempatnya berpijak. "Yerusalem itu bagian dari jiwa saya," ujar Attoun kepada Aljazirah, Ahad (27/5).

Attoun, bersama dengan anggota PLC Mohammad Totah, Mohammad Abu Teir dan mantan menteri Palestina, Khaled Abu Arafeh, secara paksa dideportasi dari Yerusalem Timur yang diduduki pada tahun 2011. Itu terjadi setelah menteri dalam negeri Israel mencabut tempat tinggal mereka di Yerusalem atas tuduhan melanggar kesetiaan kepada negara Israel.

Deportasi membuat kehidupan Attoun kacau balau. Dia hanya melihat keluarganya pada akhir pekan ketika mereka melakukan perjalanan ke Ramallah, tempat tinggalnya saat ini. Putrinya yang berusia delapan tahun tidak pernah lagi tinggal satu atap dengannya.

"Saya harap saya bisa melihatnya sekali saja dengan seragam sekolahnya ketika dia pulang," kata Attoun, sambil memberi tahu bahwa keluarganya terus tinggal di Yerusalem meskipun dia dideportasi."Meskipun menderita, dalam hati saya tahu kami benar. Dalam tatanan alam, saya harus kembali ke Yerusalem."

Pada 29 April, Menteri Dalam Negeri Israel Aryeh Deri menguatkan deportasi keempat anggota parlemen Palestina dengan UU Kesetiaan.

Israel menduduki dan kemudian mencaplok Yerusalem Timur pada 1967. Langkah ini tidak diterima oleh komunitas internasional, dengan pengecualian keputusan Presiden AS Donald Trump untuk mengakui kontrol Israel atas kota yang diduduki pada bulan Desember 2017.

Warga Palestina yang tinggal di Yerusalem Timur setelah pendudukan Israel tidak diberikan kewarganegaraan Israel atau Palestina, tetapi sebaliknya dikeluarkan kartu identitas penduduk Yerusalem, yang dapat dicabut oleh Israel setiap saat. Menurut kelompok hak asasi Israel Hamoked, tahun lalu Israel mencabut tempat tinggal 35 warga Palestina di Yerusalem Timur yang diduduki, termasuk 17 wanita dan empat anak di bawah umur.

Sejak 1967, hampir 15.000 warga Palestina telah dicabut identitasnya di Yerusalem. Sebagian besar karena gagal membuktikan kepada pemerintah Israel bahwa Yerusalem atau Israel adalah pusat kehidupan mereka.

Attoun dan anggota parlemen Palestina lainnya menjadi sasaran Israel pada 2006, setelah terpilih menjadi anggota PLC dalam daftar Gerakan Perubahan dan Reformasi yang berafiliasi dengan Hamas di Yerusalem. Israel menganggap Hamas, salah satu partai politik Palestina yang paling populer sebagai organisasi "teroris". Abu Arafeh diangkat sebagai Menteri Urusan Palestina di Palestina.

Setelah pemilihan, menteri dalam negeri Israel Roni Bar-On memulai proses pencabutan tempat tinggal mereka di Yerusalem atas tuduhan tidak setia kepada negara Israel, karena keanggotaan mereka kepada PLC. Keempatnya kemudian dijatuhi hukuman penjara.

Attoun, Totah dan Abu Teir menghabiskan empat tahun di balik terali besi, sementara Abu Arafeh dihukum selama tiga tahun.Setelah dibebaskan pada tahun 2010, mereka menerima pemberitahuan deportasi resmi dari pemerintah Israel, memberi tahu mereka bahwa mereka hanya memiliki waktu 30 hari untuk meninggalkan wilayah Israel.

Para anggota parlemen memutuskan untuk melawan keputusan itu. Attoun, Totah dan Abu Arafeh meluncurkan gerakan non-kekerasan di dalam markas Komite Internasional Palang Merah (ICRC) di Yerusalem, di mana mereka mendirikan tenda-tenda dan tinggal di dalam gedung sebagai protes atas keputusan Israel selama satu setengah tahun. Abu Teir ditangkap oleh pasukan Israel dua hari sebelum aksi.

Pada bulan September 2011, anggota unit polisi khusus Israel, menyamar sebagai pengacara, memasuki markas ICRC. Ia menyeret Attoun keluar dari gedung.

Totah dan Abu Arafah ditangkap dengan cara yang sama kasarnya beberapa bulan kemudian. Attoun menghabiskan empat bulan di penjara Al-Moscobiyeh Israel di Yerusalem, sebelum secara paksa dipindahkan ke Ramallah.

Pada hari itu di bulan Desember, Attoun diberitahu oleh seorang tentara Israel di pos pemeriksaan Qalandiya Israel, berdiri di antara dia dan rumahnya: "Sekarang kamu berada di Tepi Barat, dan kamu tidak akan pernah kembali ke Yerusalem."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement