Ahad 01 Jul 2018 05:30 WIB

30 Ribu Orang di Washington Demo Kebijakan Imigrasi Trump

Protes ini menyuarakan ide bahwa keluarga selayaknya bersama dan saling memiliki.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Israr Itah
Protes menentang kebijakan imigrasi Presiden AS Donald Trump di Washington DC, Sabtu (30/6).
Foto: AP Photo/Alex Brandon
Protes menentang kebijakan imigrasi Presiden AS Donald Trump di Washington DC, Sabtu (30/6).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON DC -- Lebih dari 30 ribu orang berkumpul di Ibu Kota Amerika Serikat, Washington DC, Sabtu (30/6), untuk memprotes kebijakan imigrasi Presiden Donald Trump. Puluhan ribu orang lainnya diperkirakan juga menghadiri demonstrasi yang berlangsung di seluruh 50 negara bagian AS.

Para orang tua, anak-anak, imigran, aktivis, pemimpin agama, serta selebriti berkumpul di Washington DC. Protes ini menyuarakan ide bahwa keluarga selayaknya bersama dan saling memiliki (family belong together). Mereka memprotes kebijakan imigrasi yang dirasa tidak manusiawi serta keinginan mereka agar Trump menyatukan anak-anak dan orang tuanya yang dipisahkan oleh petugas imigrasi.

Salah satu yang hadir adalah Jocelyn yang berasal dari Brasil. Ia bercerita tentang pengalamannya dipisahkan dari putranya saat mendarat di AS musim panas lalu. Keduanya dipisahkan selama sembilan bulan dan sembilan hari. Dalam kurun waktu tersebut pejabat federal bahkan menyebut putranya bisa saja disiapkan untuk sebuah adopsi.

Ia dan sang putra akhirnya bisa bertemu pada 5 Juni. Ini terjadi setelah Jocelyn memenangkan gugatan yang diajukan oleh American Civil Liberties Union (ACLU).

Seorang anggota demonstran lainnya, Courtney Carter datang dari Maryland. Ia menyebut merasa sangat tertekan dan frustasi dengan kebijakan tersebut,

"Belum pernah aku merasa putus asa dan tidak berdaya seperti ini. Tetapi aku harus terus muncul. Selama protes penembakan di Parkland, pawai wanita, dan hari ini. Aku akan tetap berada disini baik hujan atau cerah, panas atau tidak. Tidak ada yang bisa menghalangiku," ujar Carter dilansir di Al Jazeera, Ahad (1/7).

Protes ini hadir setelah lebih dari dua ribu anak terpisah dari keluarga mereka. Data ini didapat dari lembar fakta Departemen Kesehatan dan Kemanusiaan yang dirilis 20 Juni lalu. Pemisahan keluarga adalah bagian dari kebijakan nol toleransi pemerintah yang diumumkan pada awal April.

Namun protes terus berdatangan dan pertanyaan tentang kapan dan bagaimana keluarga tersebut dapat bersatu tetap muncul.

"Aku tidak berpikir aku harus melakukan ini lagi. Terakhir aku melakukan protes pada akhir 1960-an saat Richard Nixon menjadi presiden," ujar salah satu demonstran Donna McDonough.

Video-video yang beebrapa waktu lalu dirilis oleh pemerintah menunjukkan anak-anak yang ditahan ini ditempatkan dalam kandang besi dan menggunakan lembaran foil besar sebagai selimut. Bahkan sebuah video yang bocor menunjukkan anak-anak ini menangis dan meratap untuk dapat bertemu orang tua mereka. Hal ini menyebabkan kemarahan luas atas kebijakan tanpa toleransi Trump tersebut.

Seorang hakim federal pada Selasa lalu memberi para pejabat federal waktu kurang dari sebulan untuk menyatukan kembali keluarga dengan anak-anak mereka. Anak-anak di bawah usia lima tahun bahkan disebut perlu bersatu kembali dengan keluarga dalam waktu dua minggu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement