Kamis 20 Dec 2018 01:03 WIB

Kenalkan Deal of the Century, AS: Palestina Banyak Untung

Ada poin-poin yang dinilai tak disukai oleh Palestina maupun Israel.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley.
Foto: AP Photo/Mary Altaffer
Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk PBB Nikki Haley berharap Palestina masih bersedia terlibat perundingan damai dengan Israel. Ia mengklaim Palestina dapat memperoleh banyak keuntungan dengan bernegosiasi.

Hal itu diungkapkan Haley menyusul rencana AS meluncurkan kerangka perdamaian baru antara Palestina dan Israel yang dikenal dengan istilah "Deal of the Century". Kerangka tersebut dilaporkan akan diumumkan AS pada awal 2019.

"Orang-orang Palestina memiliki segalanya untuk diperoleh dengan terlibat dalam negosiasi perdamaian. Rencana ini akan berbeda dari yang sebelumnya. Pertanyaan kritisnya adalah apakah responsnya akan berbeda," kata Haley saat berbicara di pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Selasa (18/12) seperti dikutip laman Aljazirah.

Ia tak memungkiri bahwa dengan kerangka perdamaian baru, Israel akan memperoleh keuntungan. Namun, bobotnya tak sebesar Palestina.  "Kedua belah pihak akan mendapat banyak manfaat dari perjanjian perdamaian, tapi Palestina akan memperoleh manfaat lebih banyak dan Israel akan memgambil risiko lebih banyak," ujar Haley, seperti dilaporkan laman Al Araby.

Baca juga, Turki Kecam UU Negara Bangsa Yahud Israel.

Haley tak menyinggung kapan AS akan mengumumkan kerangka perdamaian baru antara Palestina dan Israel yang disebut akan dirilis awal 2019. Ia hanya menyebut, kerangka itu membutuhkan waktu yang lebih lama.

"Ini jauh lebih lama. Ini mengandung lebih banyak detail yang bijaksana dan ini mengakui bahwa realitas di tanah Timur Tengah telah berubah dengan cara yang kuat dan penting," katanya.

Ia mengatakan kerangka tersebut memiliki banyak sisi yang akan disukai Palestina dan Israel. Namun pada saat bersamaan, hal itu juga mengandung hal-hal yang tak dikehendaki kedua belah pihak.

Bila Palestina dan Israel hanya fokus pada bagian-bagian yang tidak mereka suka, menurut Haley, hal itu berarti kembali ke status quo yang gagal dalam 50 tahun terakhir. Sedangkan jika Palestina dan Israel fokus pada hal-hal yang mereka suka, negosiasi perdamaian akan mengalami kemajuan.

Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour menilai, konsep perdamaian yang sedang dipersiapkan AS telah mati pada saat kedatangan. Dia berpendapat, satu-satunya yang dapat menciptakan perdamaian antara Palestina dan Israel adalah dengan menerapkan konsensus global. "Dia (Haley) salah. Itu (konsep perdamaian AS) tidak akan berhasil. Satu-satunya yang memiliki peluang sukses adalah menerapkan konsensus global," kata Mansour.

Koordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah Nikolay Mladenov mengutarakan keprihatinannya kepada Dewan Keamanan tentang melemahnya konsensus internasional dan tidak adanya upaya kolektif untuk mengakhiri penjajahan Israel atas Palestina serta merealisasikan solusi dua negara.

"Pada akhir 2018, kita tidak lebih dekat untuk menghidupkan kembali upaya untuk solusi yang dirundingkan. Tanpa cakrawala politik, semua upaya kolektif dan individu kita hanya berkontribusi untuk mengelola konflik daripada menyelesaikannya," ujar Mladenov.

Ia pun melayangkan kritik kepada Israel yang dianggapnya tidak mematuhi resolusi yang diterbitkan pada Desember 2016 tentang permukiman ilegal. Menurutnya Israel telah melanggar resolusi tersebut dan terus memperluas permukiman di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

Meskipun hingga saat ini situasi di Jalur Gaza adalah yang paling mudah berubah, tapi bila proyek permukiman Israel dibiarkan, risiko letupan dan eskalasi di Tepi Barat akan terus meningkat.

Sebelum pertemuan Dewan Keamanan digelar, perwaklian delapan anggota Uni Eropa, berkumpul di luar ruang sidang dan membacakan pernyataan bersama. Mereka meyakini perdamaian Palestina dan Israel hanya dapat dicapai melalui solusi dua negara.

Uni Eropa yakin bahwa pencapaian solusi dua negara berdasarkan perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem sebagai ibu kota kedua negara, adalah satu-satunya cara mendamaikan Israel dan Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement