Ahad 30 Dec 2018 15:06 WIB

Taliban Tolak Tawaran Perundingan Damai Afghanistan

Taliban, AS dan negara Timur Tengah akan melakukan pembicaraan untuk akhiri perang.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolanda
Tentara Afghanistan berjaga di Kabul, Afghanistan.
Foto: AP
Tentara Afghanistan berjaga di Kabul, Afghanistan.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban menolak tawaran pemerintah Afghanistan untuk melakukan perundingan damai di Arab Saudi bulan depan. Sementara kelompok pemberontak yang mengaku ingin memberlakukan hukum Islam kaku di Afghanistan itu bertemu dengan utusan khusus Amerika Serikat (AS) Zalmay Khalilzad.

"Kami akan bertemu dengan pejabat AS di Arab Saudi bulan Januari tahun depan dan kami akan mulai melakukan pembicaraan hal-hal yang belum selesai dalam pembicaran bulan ini di Abu Dhabi," kata salah satu anggota Ketua Dewan Pemimpin Taliban, Ahad (30/12).

Perwakilan dari Taliban, AS dan negara-negara di kawasan Timur Tengah akan melakukan pembicaraan pada bulan ini di Uni Emirat Arab. Pembicaraan tersebut bertujuan untuk mengakhiri perang selama 17 tahun di Afghanistan. 

"Tapi kami harus menegaskan kepada semua pemangku kepentingan kami tidak akan berbicara dengan pemerintah Afghanistan," tambah anggota Dewan Pimpinan Taliban itu. 

Taliban selalu menolak untuk melakukan perundingan resmi dengan pemerintah Afghanistan. Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan pemimpin-pemimpin Taliban tidak akan berunding dengan pemerintah Afghanistan.  

Taliban selalu bersikeras untuk mencapai kesepakatan terlebih dahulu dengan Amerika Serikat. Menurut mereka AS adalah kekuatan utama di Afghanistan sejak Negeri Paman Sam tersebut menggulingkan pemerintah Taliban pada tahun 2001. 

Upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik semakin intensif setelah perwakilan Taliban mulai bertemu Khalilzad tahun ini. Para pejabat dari pihak yang bertikai telah bertemu setidaknya tiga kali untuk membahas penarikan pasukan internasional dan gencatan senjata pada tahun 2019 nanti.

Namun Amerika Serikat juga bersikeras upaya perdamaian harus dipimpin oleh pemerintah Afghanistan. Menurut data yang di keluarkan Resolute Support Mission yang dipimpin NATO pada bulan November lalu pemerintahan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani telah mengusai 65 persen populasi. 

Tapi mereka hanya menguasai 55,5 persen  dari 407 distrik. Jauh lebih sedikit sejak tahun 2001. Taliban mengatakan mereka menguasai 70 persen wilayah negara tersebut. Orang dekat Ashraf Ghani mengatakan pemerintah Afghanistan akan berusaha untuk terus melakukan komunikasi diplomatik langsung dengan Taliban. 

"Perundingan harus dipimpin pemerintah Afghanistan dan dimiliki oleh orang Afghanistan, sangat penting Taliban mengetahui fakta ini," kata orang dekat Ghani yang tidak disebutkan namanya itu. 

Presiden AS Donald Trump sudah menarik pasukan Amerika dari Suriah yang membuat Menteri Pertahanan James Mattis mengundurkan diri. Ada laporan Trump juga sedang mempertimbangkan untuk menarik pasukan AS dari Afghanistan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement