Ahad 11 Aug 2019 04:45 WIB

Ketegangan Selimuti Perayaan Idul Adha di Kashmir

Perayaan Idul Adha di Kashmir tahun ini berbeda dengan sebelumnya.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Bayu Hermawan
Mahasiswa Pakistan membakar poster Perdana Menteri India Narendra Modi menentang pencabutan status otonomi Kashmir di Lahore, Pakistan, Rabu (7/8).
Foto: AP Photo/K.M. Chaudary
Mahasiswa Pakistan membakar poster Perdana Menteri India Narendra Modi menentang pencabutan status otonomi Kashmir di Lahore, Pakistan, Rabu (7/8).

REPUBLIKA.CO.ID, KASHMIR -- Perayaan Idul Adha di Kashmir tahun ini berbeda dengan sebelumnya. Suasana dibalut ketegangan. Kawat berduri dan pos pemeriksaan masih ditempatkan di beberapa titik, termasuk di Ibu Kota Srinagar.

Situasi itu terjadi sejak India mencabut status istimewa Jammu dan Kashmir pada Senin lalu. Keputusan tersebut telah memicu kemarahan dan protes dari warga Kashmir yang mayoritas penduduknya adalah Muslim.

Baca Juga

Kashmir pun bergejolak saat India mengerahkan pasukannya untuk membubarkan ribuan warga yang berdemonstrasi. Sedikitnya 300 politisi di wilayah tersebut telah ditangkap. Kebanyakan dari mereka yang ditahan adalah tokoh yang kerap menyuarakan kemerdekaan Kashmir dari India.

Tak hanya membubarkan demonstrasi dan menahan politisi, India pun mengisolasi Kashmir. Jaringan internet dan telekomunikasi di sana diputus. Pos pemeriksaan didirikan dan jam malam diberlakukan. Ruang gerak warga diawasi sepenuhnya.

Namun mengingat warga Muslim Kashmir akan merayakan Idul Adha, jam malam telah dilonggarkan. Pada Sabtu (10/8), antrean mengular di sejumlah toko dan mesin anjungan tunai mandiri (ATM). Warga hendak membeli berbagai kebutuhan untuk menyambut Idul Adha.

Namun karena wilayah itu sempat diisolasi, banyak ATM yang tak lagi memiliki stok uang. "Mesin-mesin bank kehabisan uang sehingga ada antrean di setiap mesin (ATM) di mana mungkin uang kertas tersedia. Orang-orang juga membutuhkan makanan untuk Idul Fitri," kata seorang warga, dikutip the Straits Times.

Kebutuhan logistik di Kashmir memang dilaporkan menipis. Ketegangan di sana telah menyebabkan distribusi bahan makanan terhenti.  Kendati jam malam telah dilonggarkan dan warga mulai diberi keleluasaan beraktivitas, sebagian masih merasa kurang nyaman dengan pengawasan pasukan India.

"Kita bisa berbuat lebih banyak tapi masih sulit, semua orang diawasi dengan ketat. Kehidupan kita masih didominasi oleh kawat berduri dan pos pemeriksaan," ujar seorang warga.

Pekan ini Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan bahwa warga Kahsmir tidak akan menghadapi masalah atau gangguan untuk merayakan Idul Adha. Namun laporan media mengatakan, otoritas India bakal memutuskan apakah pembatasan akan dilonggarkan pada Ahad (11/8).

Pemerintah Pakistan akan membawa permasalahan pencabutan status istimewa Jammu dan Kashmir oleh India ke Dewan Keamanan PBB. Islamabad mengaku memperoleh dukungan dari Cina.

"Saya telah berbagi dengan Cina bahwa Pemerintah Pakistan telah memutuskan untuk membawa masalah ini ke Dewan Keamanan PBB. Kami akan membutuhkan bantuan Cina di sana," kata Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mehmood Qureshi pada Sabtu (11/8).

Qureshi mengatakan negaranya juga berencana mendekati Indonesia dan Polandia guna meminta dukungan. Saat ini Indonesia dan Polandia diketahui merupakan anggota tidak  tetap Dewan Keamanan PBB.

Kashmir merupakan satu-satunya wilayah di India yang berpenduduk mayoritas Muslim. Sejak merdeka dari Inggris pada 1947, Kashmir terpecah dua, dua per tiga di antaranya dikuasai India, sementara sisanya milik Pakistan. Wilayah itu kemudian dipisahkan dengan garis Line of Control (LoC).  Perselisihan akibat sengketa Kashmir telah membuat India dan Pakistan tiga kali berperang, yakni pada 1948, 1965, dan 1971.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement