Kamis 15 Aug 2019 14:36 WIB

Menlu Retno Panggil Dubes Pakistan dan India Bahas Kashmir

Menlu Retno meminta informasi dari kedua negara mengenai masalah di Kashmir.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Press Briefing Kementerian Luar Negeri di Ruang Palapa, Kemenlu Jakarta, Kamis (15/8).
Foto: Republika/Fergi Nadira
Press Briefing Kementerian Luar Negeri di Ruang Palapa, Kemenlu Jakarta, Kamis (15/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri RI (Menlu) Retno LP Marsudi telah memanggil Duta Besar (Dubes) Pakistan dan India untuk membahas masalah Jammu dan Kashmir, Rabu (14/8). Namun, Dubes India tidak hadir dan diwakili oleh wakilnya.

Plt Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah mengatakan, pada pertemuannya Menlu menekankan kepada kedua dubes tentang perdamaian di antara kedua negara sambil kemudian meminta informasi yang jelas dari kedua negara mengenai masalah di Kashmir.

Baca Juga

"Pada prinsipnya Indonesia ingin mendengarkan lagi perspektif dari masing-masing negara dan berangkat dari informasi tersebut telah disampaikan kembali pesan-pesan yang menjadi posisi Indonesia yang intinya adalah pesan perdamaian," ujar Faiza di Ruang Palapa Kemenlu, Kamis (14/8).

Faiza menegaskan bahwa kedua negara adalah negara yang sangat penting bagi Indonesia karena merupakan sahabat. Sehingga, posisi Indoenesia memaklumi bahwa Paksitan dan India merupakan negara-negara yang sangat bisa berkontribusi bagi perdamaian yang tidak saja di kawasan Asia Selatan tetapi juga bersifat global.

"Dalam konteks itu, Indonesia menggarisbawahi konflik di sana tidak hanya kedua negara yang berimbas, namun juga kawasan yang lebih luas lagi," katanya. 

Faiza menilai, konflik yang terjadi bukan hanya menjadi ancaman terhadap pertumbuhan kesejahteraan di Asia Selatan saja, tapi juga meluas ke kawasan lainnya. Oleh karenanya, Menlu menekankan kepada kedua negara melalui Dubes Pakistan dan Wakil Dubes India untuk mengedepankan dialog dan komunikasi.

Faiza menjelaskan, bahwa setiap negara memiliki cara atau pendekatan masing-masing dalam menyelesaikan permasalahan. Meski demikian, langkah suatu negara harus dilihat lagi sejauh mana pendekatan yang dilakukan bisa menjadi satu bagian dari solusi permasalahan yang ada atau tidak.

"Oleh karenanya, Indonesia kembali menekankan untuk Pakistan dan India membuka dialog dan komunikasi, sebab justru kebuntuan komunikasi itulah yang menyebabkan muncul kondisi yang salah informasi sehingga menimbulkan beda intrepetasi sampai pada eskalasi permasalahan," katanya.

Situasi politik di negara bagian Kashmir, India, kembali memanas setelah pemerintah pusat India membatasi ruang gerak dan jalur komunikasi, serta menempatkan 10 ribu tentara di wilayah tersebut. Tak hanya itu, pemerintah India juga menutup sekolah dan kampus, menerapkan jam malam, meminta wisatawan ke luar dari Kashmir, dan menjadikan pemimpin di negara bagian itu sebagai tahanan rumah.

Setelah hal tersebut dilakukan, India mencabut status istimewa Kashmir. Pakistan pun meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bertemu membahas keputusan India mencabut status khusus Jammu dan Kashmir.

Direktur Jendral Multilateral Kemenlu Febrian A Ruddyard mengatakan, permintaan tersebut sudah sampai di DK PBB dan harus menunggu persetujuan dari negara-negara anggota DK lainnya untuk membahas isu tersebut. "Kita tunggu keputusan di DK PBB," kata Febrian di Kemenlu.

Febrian menjelaskan, Indonesia di DK PBB terus mendorong dua prinsip dasar yakni diplomasi perdamaian dan diplomasi keamanan. Oleh karenanya, DK PBB mengupayakan kontribusi kepada perdamaian dan tidak menambah eskalasi dari konflik yang ada di dalam suatu negara.

"Permintaan itu hingga kini sudah disampaikan dan kalaupun itu dibahas saya rasa pasti ada nilai tambah, yang dalam arti untuk tidak menambah eskalasi serta mendorong kedua negara melaukan pembahasan secara bilateral," kata Febrian.

Sebab, kata dia, jika dilihat dari resolusi yang ada, DK PBB selalu menekankan, kunci penyelesaian permasalahan ada pada cara bilateral. "Saya rasa apapun itu kalau di DK PBB, posisi Indonesia adalah menekankan pentingnya dua negara untuk saling menahan diri dan bisa menyelesaikan secara bilateral," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement