REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengaku terganggu atas laporan tentang adanya penahanan dan tindakan sewenang-wenang terhadap keluarga aktivis Muslim Uighur.
"Dalam beberapa kasus, pelanggaran ini terjadi tak lama setelah pertemuan dengan pejabat senior Departemen Luar Negeri (AS)," kata Pompeo pada Selasa (5/11).
Menurut Pompeo, selain keluarga aktivis, Cina juga mengintimidasi orang-orang yang berhasil lolos dari kamp interniran. Mereka adalah yang membeberkan dan mempublikasikan situasi serta kondisi di kamp-kamp di Xinjiang.
"Kami sekali lagi menyerukan Beijing untuk menghentikan semua pelecehan terhadap warga Uighur yang tinggal di luar Cina, dan untuk memungkinkan keluarga berkomunikasi secara bebas tanpa konsekuensi," ujar Pompeo.
Sebelumnya Pompeo mengatakan perlakuan Cina terhadap Muslim Uighur merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang sangat berat.
"Ini bukan hanya pelanggaran HAM yang sangat besar, tapi kami tidak berpikir itu demi kepentingan terbaik dunia atau Cina untuk terlibat dalam perilaku semacam ini," ujar Pompeo dalam sebuah wawancara dengan dengan stasiun televisi PBS pada Oktober lalu.
Pompeo menegaskan bahwa AS akan terus mengangkat masalah Muslim Uighur. "Kami akan terus berbicara tentang pelanggaran HAM ini. Seperti yang dikatakan presiden dalam konteks lain di Hong Kong, kami ingin memastikan masalah ini ditangani dengan cara yang manusiawi," kata dia.
AS telah mencantumkan sejumlah perusahaan Cina, termasuk beberapa perusahaan rintisan (startup) ke dalam daftar hitam. Hal itu merupakan sanksi yang dijatuhkan Washington pada Beijing karena perlakuannya terhadap Muslim Uighur.
Washington pun mengumumkan pembatasan visa pada pejabat pemerintah dan Partai Komunis Cina (PKC) yang diyakini bertanggung jawab atas penahanan atau kekerasan terhadap minoritas Muslim di Provinsi Xinjiang.
Pemerintah Cina telah menghadapi tekanan internasional karena dituding menahan lebih dari 1 juta Muslim Uighur di kamp-kamp konsentrasi di Xinjiang. Tak hanya menahan, Beijing disebut melakukan indoktrinasi terhadap mereka agar mengultuskan Presiden Cina Xi Jinping dan Partai Komunis Cina.
Pemerintah Cina telah membantah tuduhan tersebut. Menurutnya, apa yang dibangun di Xinjiang adalah pusat reedukasi dan pelatihan vokasi. Cina mengklaim kehadiran pusat tersebut penting untuk menghapus kemiskinan di Xinjiang. Beijing pun mengklaim bahwa para peserta telah menandatangani perjanjian untuk menerima pelatihan vokasi tersebut.