Senin 30 Dec 2019 06:56 WIB

China Bantah Tuduhan Ada Kerja Paksa di Penjara Shanghai

Pemerintah China anggap sebagai sebuah drama

Red:
.
.

Pemerintah China membantah tuduhan terjadi praktek kerja paksa di sebuah penjara di Shanghai China. Hal ini disampaikan sehari setelah media melaporkan penemuan pesan di dalam kartu Natal yang menyatakan kartu itu dikemas oleh para tahanan.

Tuduhan itu berawal ketika seorang gadis berusia enam tahun di London, Inggris menemukan pesan permohonan bantuan didalam sebuah kartu Natal yang diproduksi oleh perusahaan Zhejiang Yunguang Printing dan dijual di wara laba supermarket Tesco.

Baca Juga

"Kami adalah tahanan asing di Penjara Shanghai Qingpu China. Kami dipaksa bekerja tanpa persetujuan kami," tulis catatan itu.

Pesan itu mendesak siapa pun yang menerima pesan dalam kartu Natal itu untuk menghubungi Peter Humphrey, mantan jurnalis dan penyelidik penipuan perusahaan Inggris yang pernah dipenjara di hotel prodeo yang sama 2014-2015.

Keluarga itu kemudian menghubungi Peter Humphrey, yang kemudian menuliskan kisah ini untuk The Sunday Times

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang mengatakan dalam sebuah konferensi pers Senin (23/12/2019) malam bahwa kisah itu "hanyalah sebuah drama yang direkayasa oleh Peter Humphrey".

"Kami telah memverifikasi dengan departemen terkait, dan dipastikan tidak ada praktek kerja paksa bagi tahanan asing di penjara Qingpu di Shanghai," kata juru bicara itu.

 

Sementara itu pihak Zhejiang Yunguang Printing juga membantah tuduhan yang disebutnya sebagai "klaim tidak berdasar" dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh media pemerintah China Global Times.

"Kami baru mengetahui hal ini ketika beberapa media asing menghubungi kami. Kami tidak pernah melakukan hal seperti itu," kata perusahaan itu.

"Mengapa mereka memasukkan nama perusahaan kita? Apakah mereka punya bukti bahwa kami menjalin kerjasama dengan penjara"

Zhejiang Yunguang Printing menduga insiden itu dilatari motif politik untuk mengotori catatan hak asasi manusia China.

"Apakah mereka mencoba menggiring ke masalah politik? Apakah mereka berusaha menantang HAM China?" kata perusahaan itu untuk memperkuat pembelaan mereka kalau ini adalah insiden yang direkayasa.

Tesco selidiki rantai pasokan di China

Peter Humphrey menanggapi tuduhan Pemerintah China ini dengan mengatakan dirinya belum pernah bertemu keluarga yang menemukan kartu tersebut.

"Saya tidak mungkin mengarang insiden dan cerita ini," kata Peter Humphrey seraya menjelaskan pesan ini memiliki kesamaan dengan semua yang diketahuinya.

"Saya telah berbicara dengan mantan narapidana yang dibebaskan tahun ini dan ia membenarkan bahwa unit penjara itu melakukan pekerjaan membuat kemasan untuk kartu Natal Tesco."

Peter Humphrey sempat menghabiskan 23 bulan penjara karena tuduhan memperoleh catatan pribadi warga negara Tiongkok secara ilegal dan menjual informasi itu kepada sejumlah klien termasuk produsen obat GlaxoSmithKline.

 

Tesco langsung membatalkan kerjasamanya dengan pemasok kartu Natal asal China pada hari Minggu (22/12/2019) dan mengatakan pihaknya langsung menyelidiki insiden tersebut.

Informasi yang diperoleh ABC mengungkapkan Zhejiang Yunguang Printing juga menjadi pemasok bagi Cotton On Group Australia – kerjasama ini juga turut diselidiki oleh kelompok bisnis itu.

Ini bukan pertama kalinya seorang pembelanja menemukan pesan rahasia tentang kerja paksa di sistem penjara di China.

Pada Juni 2014, seorang pembelanja dari Irlandia Utara Karen Wisínska mengatakan dia menemukan sebuah catatan yang menjadi pembungkus kartu identitas penjara China di dalam sepasang celana panjang yang dibelinya di Belfast.

Amnesti Internasional mengatakan penulis pesan itu mengaku dirinya adalah seorang tahanan di Penjara Xiang Nan di Provinsi Hubei China dan dipaksa bekerja 15 jam sehari.

"Pekerjaan kami di dalam penjara adalah memproduksi pakaian fashion untuk ekspor," kata catatan itu.

"Kami bekerja 15 jam per hari dan makanan yang kami makan bahkan tidak layak diberikan kepada anjing atau babi."

Patrick Corrigan, direktur program Amnesti Internasional Irlandia Utara, mendesak sejumlah perusahaan Inggris untuk memantau rantai pasokan mereka dan "mengakhiri kontrak begitu mereka menemukan adanya tindakan pelecehan".

"Ini adalah kisah yang mengerikan. Sangat sulit untuk mengetahui apakah pesan itu asli, tetapi kekhawatiran terbesar adalah insiden ini hanyalah puncak gunung es," katanya dalam laporan Amnesty.

Amnesty sebelumnya telah mendokumentasikan penggunaan mekanisme kerja paksa dalam sistem penjara China, termasuk di penjara yang digunakan untuk menahan para tahanan politik.

ABC/Reuters

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement