Rabu 07 Oct 2020 14:08 WIB

AS Perketat Visa Pekerja Sektor Teknologi

Banyak orang India dan China yang bekerja di sektor teknologi di AS.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Silicon Valley merupakan markas perusahaan teknologi di AS.
Foto: [ist]
Silicon Valley merupakan markas perusahaan teknologi di AS.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah AS telah mengumumkan akan memperketat persyaratan untuk visa H-1B. Visa ini banyak digunakan oleh perusahaan teknologi. Penerima visa kebanyakan adalah orang India dan China.

Visa sementara dimaksudkan untuk memungkinkan perusahaan AS menggunakan pekerja asing untuk mengisi kesenjangan keterampilan. Tetapi pemerintahan Trump mengatakan visa telah disalahgunakan, dan seringkali dengan mengorbankan pekerja Amerika.

Baca Juga

Hingga 85 ribu orang diberikan visa H-1B setiap tahun. BBC melaporkan sekitar 500 ribu orang saat ini tinggal di AS di bawah program visa tersebut.

Menurut statistik Departemen Tenaga Kerja AS, lebih dari dua pertiga pemegang visa H-1B berasal dari India, dan lebih dari 10 persen berasal dari China.

Aturan baru, yang diumumkan bersama oleh Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS), akan mempersempit definisi pekerjaan khusus yang memenuhi syarat untuk mendapatkan visa. Ini juga akan meningkatkan upah minimum yang harus dibayar perusahaan untuk pekerja yang terdaftar dalam program H-1B.

Penjabat direktur Keamanan Dalam Negeri Kenneth Cuccinelli mengatakan perusahaan-perusahaan AS telah menyalahgunakan celah dalam sistem untuk menurunkan gaji.

"Perusahaan-perusahaan telah diberi insentif untuk menghindari mempekerjakan orang Amerika atau bahkan memberhentikan pekerja Amerika mereka yang memiliki kualifikasi dan bergaji lebih baik dan menggantinya dengan tenaga kerja asing yang lebih murah," katanya.

Aturan baru juga akan mengharuskan perusahaan untuk membuat penawaran 'nyata' kepada penduduk AS sebelum berusaha untuk mendatangkan orang asing. DHS juga telah berjanji untuk meningkatkan kepatuhan melalui inspeksi tempat kerja.

Langkah tersebut kemungkinan akan menghadapi kritik dari kelompok bisnis. Mereka berargumen bahwa visa diperlukan untuk membantu mengatasi kekurangan pekerja terampil AS.

Presiden Donald Trump pertama kali mengumumkan peninjauan program visa pada bulan April, yang menyebabkan reaksi keras dari raksasa teknologi. Pada bulan Juni, pemerintah melarang pekerja H-1B dan beberapa pemegang visa lainnya memasuki AS hingga akhir tahun ini, dengan alasan krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi.

Amazon, Apple, Facebook, Microsoft, Netflix, dan Twitter termasuk di antara banyak perusahaan yang berpendapat bahwa larangan visa sementara akan merusak perusahaan AS. Kamar Dagang AS dan kelompok bisnis lainnya menuntut pemerintah atas larangan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement