Dokter Mashla Omar, yang mengetuai Asosiasi Medis Swedia-Somalia, ia telah menyuarakan kewaspadaan tentang tingginya angka kematian di antara komunitas Somalia pada Maret lalu. Menurut dia, tingginya angka Covid dari para imigran ini karena kelompok imigran di Swedia sebagian besar hidup masih seperti biasa. Di mana perkumpulan masih berjalan dan aktivitas masjid masih buka. Banyak orang Somalia terus berjabat tangan dan berpelukan, yang sehat mengunjungi yang sakit dan yang sakit keluar dan bertemu kenalan serta mengunjungi kafe.
Pada November, sebuah laporan dari Pusat Epidemiologi dan Pengobatan Komunitas (CEM) membagikan kesimpulan tentang faktor sosial ekonomi, namun tidak melihat kurangnya informasi sebagai masalah besar penularan.
"Gambaran keseluruhan dapat diartikan sebagai orang-orang Stockholm memahami dan ingin beradaptasi dan melindungi diri mereka sendiri, tetapi untuk alasan material semata tidak selalu bisa melakukannya," dalam laporan CEM.
Faktanya bahwa imigran dari Timur Tengah dan Afrika, seperti Suriah dan Somalia, telah banyak yang menderita Covid-19, sebagaimana yang telah dikonfirmasi oleh Badan Kesehatan Masyarakat Swedia Oktober lalu. Selain itu, risiko kematian para imigran akibat virus Covid-19 ini ternyata 12 kali lebih tinggi di kalangan warga Somalia dibandingkan warga asli Swedia.