Jumat 08 Jan 2021 12:15 WIB

UEA: Perdagangan dengan Qatar Bisa Normal dalam Sepekan

Hubungan perdagangan UEA dengan Qatar dapat terealisasi dalam waktu sepekan

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Christiyaningsih
Para jurnalis mengobrol saat video pesawat yang membawa Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani ditampilkan di layar saat mendarat di bandara Al Ula, tempat pertemuan Dewan Kerjasama Teluk (GCC) ke-41, di Arab Saudi, Selasa, 23 Januari. 5, 2021. Kedatangan Al Thani di kota gurun kuno kerajaan Al-Ula pada hari Selasa disiarkan langsung di TV Saudi. Dia terlihat turun dari pesawatnya dan disambut dengan pelukan oleh putra mahkota Saudi. Terobosan diplomatik terjadi setelah desakan terakhir oleh pemerintahan Trump yang akan keluar dan sesama negara Teluk Kuwait untuk menengahi diakhirinya krisis.
Foto: AP / Amr Nabil
Para jurnalis mengobrol saat video pesawat yang membawa Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani ditampilkan di layar saat mendarat di bandara Al Ula, tempat pertemuan Dewan Kerjasama Teluk (GCC) ke-41, di Arab Saudi, Selasa, 23 Januari. 5, 2021. Kedatangan Al Thani di kota gurun kuno kerajaan Al-Ula pada hari Selasa disiarkan langsung di TV Saudi. Dia terlihat turun dari pesawatnya dan disambut dengan pelukan oleh putra mahkota Saudi. Terobosan diplomatik terjadi setelah desakan terakhir oleh pemerintahan Trump yang akan keluar dan sesama negara Teluk Kuwait untuk menengahi diakhirinya krisis.

REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA) Anwar Gargash menyebut hubungan perdagangan dengan Qatar dapat terealisasi dalam waktu sepekan di bawah kesepakatan yang didukung Amerika Serikat. Namun memulihkan hubungan diplomatik membutuhkan lebih banyak waktu karena para pihak bekerja untuk membangun kembali kepercayaan.

Dilansir Al Arabiya pada Kamis (7/1), Gargash mengatakan langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam waktu sepekan dari perjanjian termasuk langkah-langkah praktis seperti maskapai penerbangan, pengiriman, dan perdagangan. Masih adanya perbedaan pendapat yang tersisa, termasuk masalah geopolitik dengan Turki dan kelompok Islam seperti Ikhwanul Muslimin, menjadi beberapa kendala percepatan hubungan diplomatik.

Baca Juga

“Beberapa masalah lebih mudah diperbaiki dan beberapa lainnya membutuhkan waktu lebih lama. Kami memiliki awal yang sangat baik, tetapi kami memiliki masalah dengan membangun kembali kepercayaan," kata Gargash.

Negara-negara teluk seperti Arab Saudi, UEA, Bahrain, dan Mesir memberlakukan embargo terhadap Qatar atas tuduhan mendukung terorisme dan menjalin hubungan dengan Iran. Doha membantah tuduhan itu dan mengatakan boikot itu bertujuan untuk membatasi kedaulatannya.

Kuwait dan AS telah menengahi perselisihan yang menurut Washington menghambat upaya untuk menahan Iran. Keempat negara tersebut telah menetapkan 13 syarat bagi Qatar untuk mengakhiri boikot, termasuk menutup Jaringan Media Al Jazirah, menutup pangkalan militer Turki, memutuskan hubungan dengan Ikhwanul Muslimin, dan menurunkan hubungan dengan Iran.

Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengatakan kepada Financial Times bahwa Doha telah setuju untuk menangguhkan kasus hukum terkait boikot dan bekerja sama dalam kontraterorisme dan keamanan transnasional. Akan tetapi kesepakatan itu tidak akan memengaruhi hubungan Qatar dengan Iran dan Turki.

Kekuatan Teluk Arab Saudi mengumumkan terobosan dalam mengakhiri perselisihan pahit di KTT Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) pada Selasa (5/1). Hasil pertemuan tersebut adalah Arab Saudi dan sekutunya akan memulihkan semua hubungan dengan Doha yang terputus sejak pertengahan 2017.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement