Keputusan AS menyatakan China melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan pada Muslim Uighur tidak secara otomatis memicu hukum apa pun. Namun, langkah itu bakal membuat negara-negara mengkaji matang-matang untuk mengizinkan perusahaan berbisnis dengan Xinjiang. Pekan lalu, Washington memberlakukan larangan terhadap semua produk kapas dan tomat dari Xinjiang.
Pada Oktober tahun lalu, 39 negara anggota PBB menuntut China membuka akses bagi pengamat independen untuk mengunjungi Provinsi Xinjiang. Hal itu guna menyingkap kebenaran tentang dugaan pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur di daerah tersebut. Inggris, AS, Swiss, Kanada, Jepang, dan Norwegia adalah beberapa negara yang tergabung dalam 39 negara tersebut.
Pada 2018, panel HAM PBB mengatakan bahwa mereka telah menerima laporan yang dapat dipercaya bahwa setidaknya 1 juta orang Uighur dan Muslim lainnya telah ditahan di Xinjiang. Beberapa organisasi HAM turut meyakini adanya tindakan represif dan sewenang-wenang terhadap Muslim Uighur.
China secara konsisten membantah laporan dan tudingan tersebut. Ia tak menyangkal keberadaan kamp-kamp di Xinjiang. Namun, Beijing mengklaim mereka bukan kamp penahanan, tapi pusat pendidikan vokasi.
Pusat itu sengaja didirikan untuk memberi pelatihan keterampilan dan keahlian kepada warga Uighur dan etnis minoritas lainnya. Dengan demikian, mereka dapat bekerja dan angka pengangguran di Xinjiang dapat berkurang.