Ahad 07 Feb 2021 21:24 WIB

Layanan Internet Myanmar Kembali Dapat Diakses

Layanan internet sempat diblokir militer Myanmar pada Sabtu (6/2) karena ada demo.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Yudha Manggala P Putra
Demonstran berkumpul untuk memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2).  Ribuan orang ambil bagian dalam protes di Yangon.
Foto:

Blokade komunikasi adalah pengingat gamblang tentang kemajuan demokrasi Myanmar yang terancam hilang. Selama beberapa dekade pemerintahan militer Myanmar, negara itu terisolasi secara internasional dan komunikasi dengan dunia luar diatur ketat.

Setelah kondisi yang semakin memburuk dengan pemadaman internet dan tekanan pertugas keamanan, puluhan ribu orang yang antusias berbaris di jalan-jalan kota terbesar Myanmar pada Ahad. Mereka memprotes kudeta yang menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.

Protes dimulai di berbagai bagian Yangon berkumpul di Pagoda Sule, terletak di tengah bundaran di pusat kota. Para pengunjuk rasa meneriakkan "Hidup Ibu Suu" dan "Ganyang kediktatoran militer". Para pengunjuk rasa di bagian lain negara itu menggemakan seruan mereka.

Para demonstran berusaha untuk membatalkan perebutan kekuasaan pada 1 Februari lalu oleh militer. Demonstrasi menuntut pembebasan dari penahanan Suu Kyi, pemimpin negara yang digulingkan, dan tokoh-tokoh top lainnya dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi.

Kerumunan protes telah tumbuh lebih besar dan lebih berani dalam beberapa hari terakhir. Mereka bergerak tetap dengan aksi non-kekerasan untuk mendukung seruan oleh partai Suu Kyi dan sekutunya untuk pembangkangan sipil.

Dalam salah satu pertemuan Ahad, setidaknya 2.000 aktivis serikat pekerja dan mahasiswa serta anggota masyarakat berkumpul di persimpangan utama dekat Universitas Yangon. Mereka berbaris di sepanjang jalan utama, mengganggu lalu lintas. Pengemudi membunyikan klakson untuk mendukung.

Polisi dengan perlengkapan anti huru hara memblokir pintu masuk utama ke universitas. Dua truk meriam air diparkir di dekatnya.

Sebagian besar pengunjuk rasa muda memegang plakat yang menyerukan kebebasan untuk Suu Kyi dan Presiden Win Myint. Tokoh tersebut ditempatkan di bawah tahanan rumah dan didakwa dengan pelanggaran ringan, yang dilihat oleh banyak orang sebagai lapisan hukum untuk penahanan mereka.

“Kami hanya ingin menunjukkan kepada generasi saat ini bagaimana generasi yang lebih tua melawan krisis ini, dengan mengindahkan pedoman Ibu Suu, yang jujur, transparan dan damai. Kami tidak menginginkan diktator militer. Biarkan diktator gagal," kata pengunjuk rasa berusia 46 tahun Htain Linn Aung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement