Kerusuhan di Myanmar menghidupkan kembali ingatan tentang pecahnya pertentangan berdarah terhadap hampir setengah abad pemerintahan militer yang berakhir pada 2011. Pada Senin (15/2), militer mengatakan bahwa aksi protes dan gerakan pembangkangan sipil telah merusak stabilitas dan membuat orang ketakutan. Sebuah kelompok aktivis, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mencatat ada 426 penangkapan yang dilakukan oleh militer selama kudeta.
Kudeta militer terjadi di Myanmar pada 1 Februari yang menggulingkan pemerintahan sipil. Militer menangkap Suu Kyi dan sejumlah tokoh politik berpengaruh lainnya. Selain itu, militer sempat mematikan layanan internet untuk membungkam kritik para aktivis dan masyarakat di media sosial. Kudeta militer tersebut menuai kecaman dan aksi protes besar-besaran di Myanmar.
Militer membenarkan pengambilalihan tersebut dengan mengatakan pemilu 8 November, yang dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi adalah penipuan dan ada kecurangan. Komisi Pemilihan Umum Myanmar menolak tuduhan tersebut.
Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kudeta militer di Myanmar. Washington akan mengidentifikasi target putarang pertama pada pekan ini dan mengambil langkah untuk mencegah para jenderal Myanmar memiliki akses ke dana pemerintah Myanmar yang disimpan di AS senilai 1 miliar dolar AS.
Menteri Keuangan Janet Yellen mengatakan AS "siap untuk mengambil tindakan tambahan jika militer Myanmar tidak mengubah arah". Min Aung Hlaing dan jenderal top lainnya sudah berada di bawah sanksi AS atas pelanggaran terhadap Muslim Rohingya dan minoritas lainnya.