Sabtu 20 Feb 2021 14:57 WIB

Berbagai Kalangan Masyarakat Bersatu Protes Kudeta Myanmar

Kampanye pembangkangan sipil telah melumpuhkan banyak bisnis pemerintah.

Demonstran berkumpul di persimpangan dekat Pagoda Sule untuk memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu, 17 Februari 2021. Pakar PBB tentang hak asasi manusia di Myanmar memperingatkan prospek kekerasan besar ketika demonstran berkumpul lagi Rabu untuk memprotes perebutan kekuasaan oleh militer.
Foto:

Sebaliknya, militer mengatakan, seorang polisi tewas karena luka-luka yang dideritanya. Para demonstran menuntut pemulihan pemerintahan terpilih, pembebasan Suu Kyi dan lainnya, dan penghapusan konstitusi 2008 yang dibuat di bawah pengawasan militer. Konstitusi memberi tentara peran utama dalam politik.

Seorang pemimpin protes Ke Jung mengatakan, para pengunjuk rasa juga menuntut sistem federal. Sementara beberapa partai minoritas meragukan komitmen Suu Kyi untuk tujuan federalisme. Namun mereka menyadari sekarang waktunya bagi semua penentang militer untuk bersatu.

"Kami harus memenangkan pertarungan ini. Kami berdiri bersama dengan rakyat. Kami akan berjuang sampai akhir kediktatoran," kata Jung kepada Reuters.

Myanmar telah mengalami pemberontakan oleh faksi-faksi etnis minoritas sejak tidak lama setelah kemerdekaannya dari Inggris pada  1948. Sedangkan militer telah lama memproklamasikan dirinya sebagai satu-satunya lembaga yang mampu menjaga persatuan nasional.

Suu Kyi yang berusia 75 tahun adalah anggota mayoritas komunitas Burman. Pemerintahnya mempromosikan proses perdamaian dengan kelompok-kelompok pemberontak. Namun dia menghadapi badai kritik internasional atas penderitaan minoritas Muslim Rohingya setelah lebih dari 700 ribu warga etnis Rohingya melarikan diri dari tindakan keras militer yang mematikan pada 2017.

Dalam perekmbangan terbaru kudeta, Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Selandia Baru telah mengumumkan sanksi terbatas yang fokus pada para pemimpin militer, termasuk melarang perjalanan dan membekukan aset.

Jepang dan India hingga ASEAN telah bergabung dengan negara-negara Barat dalam menyerukan agar demokrasi segera dipulihkan. Sementara junta belum bereaksi terhadap sanksi baru tersebut. Pada Selasa, seorang juru bicara militer mengatakan pada konferensi pers bahwa pemberian sanksi sudah diperkirakan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement