Militer Myanmar mengumumkan keadaan darurat pada 1 Februari, beberapa jam setelah menahan pemimpin de facto dan Penasihat Negara Suu Kyi serta anggota senior Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang berkuasa. Kudeta terjadi beberapa jam sebelum pertemuan pertama parlemen yang baru dibentuk di negara itu yang dijadwalkan untuk bersidang setelah pemilihan pada November, di mana NLD memperoleh kemenangan besar.
Militer mengklaim kudeta itu dilakukan karena "kecurangan” pada pemilihan yang menyebabkan dominasi NLD di parlemen. Pergantian kekuasaan secara paksa memicu protes anti-kudeta di seluruh negeri.
Kelompok G7 mengulangi seruannya untuk pembebasan "segera dan tanpa syarat" dari mereka yang ditahan secara sewenang-wenang dan menyuarakan komitmen untuk mendukung rakyat Myanmar dalam upaya mereka menegakkan demokrasi dan kebebasan.
G7 atau Grup 7 adalah sekelompok tujuh negara kuat dalam ekonomi global yang terdiri dari Amerika Serikat (AS), Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang.