Departemen Perdagangan AS mengatakan sanksi yang terbaru akan menghalangi militer Myanmar mendapat keuntungan dari akses ke banyak barang. Mereka juga sedang meninjau untuk mengambil langkah selanjutnya. "Pemerintah AS akan terus meminta pertanggung jawaban pelaku kudeta atas tindakan mereka," kata Kementerian Perdagangan AS dalam pernyataannya, Jumat (5/3).
Myanmar Economic Corporation dan Myanmar Economic Holdings Limited yang digunakan militer mengendalikan sebagian besar perekonomian Myanmar masuk dalam daftar entitas yang disanksi AS. Holding dan anak perusahaan dua grup tersebut yang bergerak di berbagai bidang mulai dari bir, rokok, telekomunikasi, ban, tambang hingga real estate.
Pada Selasa (2/3) lalu organisasi advokasi hak asasi manusia Justice for Myanmar mengatakan Kementerian Dalam Negeri yang mengawasi polisi membeli teknologi dari perusahaan AS. Teknologi itu digunakan untuk mengawasi masyarakat di media sosial.
Juru bicara Justice for Myanmar Yadanar Maung memuji sanksi AS yang terbaru ini. Tapi ia berharap Washington berbuat lebih banyak dan mengambil langkah serupa terhadap Kementerian Transportasi dan Komunikasi. "Militer dan pasukan keamanan menggunakan (dua kementerian itu) untuk mendapatkan teknologi yang digunakan untuk mengawasi dan menindas," katanya.
"Langkah yang komprehensif dan terarah, termasuk embargo senjata global, penting untuk mencegah penjualan senjata dan teknologi yang digunakan militer untuk menegaskan kekuasaan brutal mereka," tambah Maung.