Selasa 09 Mar 2021 12:44 WIB

Kekerasan terhadap Perempuan tak Berkurang Saat Pandemi

Kondisi pandemi Covid-19 membuat perempuan korban kekerasan takut melapor

Red: Nur Aini
Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2020 mencapai 299.911 kasus.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati, mengatakan bahwa mekanisme pemulihan termasuk peradilan gagal menyelesaikan kekerasan sistematis yang menimpa perempuan.

Sebaliknya, menurut Asfina, negara justru melakukan kekerasan sistematis baik melalui berbagai kebijakan yang diskriminatif.

“Seperti tindakan perampasan ruang hidup perempuan maupun stigma melalui pernyataan pejabat publik,” ujar Asfina dalam konfrensi pers virtual Hari Perempuan Internasional 2021, Senin.

Negara, menurut Asfinawati, telah menjadi pelaku kekerasan sistematis di dua level, yakni membiarkan dan melakukan.

“Tidak bisa dielakkan, negara Indonesia masih abai melindungi perempuan dan bersamaan melakukan diskriminasi,” ujar Asfinawati.

Tak hanya itu, Asfinawati juga mengatakan, absennya negara dalam melindungi segenap warganya di masa pandemi semakin terlihat pada kelompok minoritas gender dan seksual.

Diskriminasi tetap subur, kelompok transpuan kehilangan mata pencaharian.

Alih-alih serius menangani pandemi, kelompok transpuan diperlakukan dengan tidak manusiawi.

“Baik oleh aparat kepolisian dan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” jelas Asfinawati.

Perlindungan di lembaga pendidikan

Berdasarkan sejumlah data, sekolah dan perguruan tinggi tidak bebas dari kasus kekerasan terhadap perempuan. Institusi pendidikan di Indonesia dipercaya sebagai tempat yang kurang bersahabat bagi perempuan.

Seperti mengamini keadaan itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia mengatakan telah melakukan sejumlah kebijakan untuk melindungi siswa dan perempuan di institusi pendidikan.

"Kami telah berupaya mendorong terciptanya lingkungan belajar yang aman bagi peserta didik perempuan," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem, saat berbicara dalam seminar daring, pada Senin.

Nadiem mengatakan, bentuk perlindungan tersebut dilakukan melalui peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) nomor 82 tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan tingkat PAUD, SD, dan sekolah menengah.

Dalam peraturan tersebut, tiga hal digolongkan sebagai 'dosa besar' ialah tindakan intoleransi, melakukan kekerasan seksual, dan melakukan bullying.

Dosa besar itu berlaku di jenjang pendidikan PAUD, SD, dan menengah.

Selain itu Nadiem sedang mendiskusikan rancangan Permendikbud tentang penanggulangan kekerasan seksual di perguruan tinggi, mekanisme terbaik untuk menerima, dan menindak lanjuti.

"Kami mendorong mekanisme terbaik agar sekolah dan perguruan tinggi membentuk satuan kerja pencegahan kekerasan," kata Nadiem.

Menurut Nadiem yang juga mantan chief executive officer Gojek, perlindungan perempuan dari kekerasan di lembaga pendidikan hanya satu upaya kecil di tengah upaya menciptakan lingkungan yang mendukung bagi perempuan.

"Lingkungan kondusif yang mendukung perempuan, mulai dari rumah, sekolah dan perguruan tinggi sampai tempat kerja akan mendorong kemunculan lebih banyak perempuan pemimpin di masa depan dengan kecerdasan dan karakter yang unggul," terang Nadiem.

 

sumber : https://www.aa.com.tr/id/dunia/kekerasan-terhadap-perempuan-tak-berkurang-di-masa-pandemi-covid-19/2168822
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement