Kamis 01 Apr 2021 12:48 WIB

Serangan Pria Bersenjata Tewaskan 30 Warga di Ethiopia

Serangan itu ditargetkan kepada etnis Amhara di Ethiopia

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Peta Ethiopia.
Foto:

Otoritas setempat menuduh serangan itu dilakukan oleh kelompok pecahan dari Front Pembebasan Oromo (OLF), yang dikenal sebagai OLF Shane atau Tentara Pembebasan Oromo (OLA). OLF adalah partai oposisi yang menghabiskan bertahun-tahun di pengasingan, tetapi tidak dicekal setelah Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed menjabat pada 2018.

"Meskipun (OLA) telah dilemahkan oleh langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah bersama dengan masyarakat untuk memastikan penegakan hukum, karena rasa putus asa mereka terus melakukan serangan terhadap warga sipil," demikian pernyataan dari pemerintah daerah Oromia.

Oromo adalah kelompok etnis terbesar di Ethiopia dan Amhara adalah yang terbesar kedua. Dua wilayah tetangga Amhara dan Oromia berbagi perbatasan. Warga sipil dari satu kelompok etnis yang tinggal di sisi lain perbatasan menjadi sasaran serangan dalam beberapa bulan terakhir.

Ketua Asosiasi Amhara Amerika yang berbasis di Washington, DC, Tewodrose Tirfe mengatakan, pada Maret, lebih dari 300 orang Amhara termasuk perempuan dan anak-anak dibantai oleh OLA. Dia juga menuduh bahwa pemerintah hanya bungkam atas pembunuhan tersebut.

Namun, OLF Shane membantah bertanggung jawab atas serangan tersebut. Pihaknya mengatakan memperjuangkan hak Oromos.

"Tuduhan yang ditujukan kepada kami ini adalah palsu dan merupakan bagian dari operasi bersama jangka panjang oleh pemerintah untuk menjebak Tentara Pembebasan Oromo sebagai pasukan tanpa hukum," tulisnya.

Ethiopia, negara terpadat kedua di Afrika, tengah berjuang untuk mengendalikan beberapa titik api di mana persaingan etnis atas tanah, kekuasaan, dan sumber daya telah menyulut kekerasan menjelang pemilihan nasional yang dijadwalkan pada Juni. Perdana Menteri Abiy telah berjanji untuk mengadakan pemungutan suara pertama yang bebas dan adil, meski beberapa reformasinya juga telah membuat orang-orang kuat di kawasan itu berani dan kelompok yang marah karena menilai ada penindasan pemerintah selama beberapa dekade.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement