Senin 17 May 2021 05:16 WIB

Mengenal Jalur Gaza, Penjara Terbuka Terbesar di Dunia

Jalur Gaza merupakan rumah bagi dua juta warga Palestina

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nur Aini
Massa di sejumlah kota di Irak menggelar aksi protes terhadap pengeboman oleh Israel di Jalur Gaza, Palestina, Sabtu (15/5). Massa membakar bendera Israel dan Amerika Serikat.
Foto:

Sejak 1993, Israel telah menggunakan taktik penutupan di wilayah Palestina secara rutin. Terkadang mereka melarang setiap atau semua warga Palsetina di wilayah tertentu untuk pergi. Terkadang pula, larangan tersebut bisa berlangsung hingga berbulan-bulan dalam satu waktu.

Lalu pada 2000, saat Intifada kedua terjadi, Israel membatalkan banyak izin kerja dan perjalanan yang sebelumnya sudah ada di Gaza. Mereka juga secara signifikan menurunkan jumlah surat izin yang mereka terbitkan.

Pada 2001, Israel mengebom dan menandaskan bandara Gaza. Padahal, bandara tersebut baru dibangun sekitar tiga tahun sebelumnya.

2005-2006

Empat tahun setelah Israel menghancurkan bandara Gaza, sekitar 8.000 warga Yahudi Israel yang tinggal di pemukiman ilegal di Gaza ditarik dari Jalur Gaza.

Israel mengeklaim bahwa pendudukannya atas Gaza terhenti sejak mereka menarik pasukan dan pemukim Israel dari wilayah tersebut. Akan tetapi, hukum internasional memandang Gaza sebagai wilayah yang diduduki karena Israel masih memegang kontrol penuh atas wilayah tersebut.

Pada 2006, gerakan Hamas memenangkan pemilu umum dan merebut kekuasaan dalam konflik kekerasan dengan saingan mereka yaitu Fatah. Konflik terjadi karena Fatah menolak mengakui hasil pemungutan suara. Sejak Hamas naik ke tampuk kekuasaan pada 2007, Israel kembali memperkuat pengepungan mereka di Gaza.

Dampak berikutnya

Blokade Israel telah memutus akses warga Plaestina dari pusat kota mereka yaitu Yerusalem. Padahal, wilayah tersebut menaungi beragam rumah sakit spesialis, konsulat asing, bank, hingga layanan penting lain. Dalam Oslo Accords 1993 dinyatakan bahwa Israel harus memperlakukan wilayah Palestina sebagai satu kesatuan politik, dan tidak memecah atau membaginya.

Dengan menghentikan akses ke Yerusalem Timur, Israel juga menghalangi umat Islam dan Kristen Palestina di Gaza untuk mengakses tempat-tempat suci keagamaan mereka.

Banyak anak muda yang tidak mendapatkan kesempatan untuk belajar dan bekerja di luar Gaza. Banyak dari mereka juga tidak mendapatkan hak untuk mendapatkan layanan kesehatan yang dibutuhkan.

Blokade itu juga melanggar Pasal 33 Konvensi Jenewa Keempat. Konvensi tersebut melarang hukuman kolektif yang mencegah realsisasi bagi hak asasi manusia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement