Rabu 19 May 2021 07:19 WIB

Lobi Rahasia Itu, Arafat, dan Dibunuhnya Yitzhak Rabin

Yaser Arafat dan Yitzhak Rabin nyaris bangun perdamaian sampai akhirnya Rabin dibunuh

Rep: Anadolu/ Red: Elba Damhuri
Ketua Organisasi Pembebasan Palestina Yasser Arafat dan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin mencatat sejarah dengan berjabat tangan usai menandatangani perjanjian damai yang ditengahi Presiden AS Bill Clinton pada 13 September 1993.
Foto:

Negosiasi rahasia

Menteri Luar Negeri Norwegia Johan Holst dan Joel Singer, penasihat hukum Kementerian Luar Negeri Israel, juga telah bergabung dalam pembicaraan hingga larut itu.

Antara 1991 dan 1993, negosiator Israel dan Palestina bertemu beberapa kali di Oslo dan ibu kota dunia lainnya, di bawah kedok mempelajari Gaza yang dilakukan Institut Ilmu Sosial Terapan (FAFO) yang dipimpin oleh Rod-Larsen.

Istri Rod-Larsen, Mona Juul, seorang pejabat di Kementerian Luar Negeri Norwegia, menghadiri negosiasi ini atas nama pemerintah.

Beberapa hari kemudian, Peres diam-diam menandatangani perjanjian dengan delegasi Palestina di Oslo, sebelum Rabin dan Arafat mencapnya secara terbuka di hadapan Presiden AS Bill Clinton di Washington pada 13 September 1993.

Pada dasarnya, perjanjian itu menyerukan penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza dan Tepi Barat, dan menegaskan hak Palestina atas pemerintahan sendiri. Juga, pembentukan Otoritas Pemerintahan Sendiri Sementara Palestina dengan Arafat sebagai kepala.

Namun, kesepakatan meninggalkan isu-isu penting, seperti perbatasan, Yerusalem, pengungsi, permukiman, dan keamanan.

Perjanjian Sementara di Tepi Barat dan Jalur Gaza (Oslo 2) ditandatangani pada 28 September 1995, memberi warga Palestina hak memerintah sendiri di Betlehem, Hebron, Jenin, Nablus, Qalqilya, Ramallah, Tulkarm, dan sekitar 450 desa lainnya. 

Mati dan dikuburkan

Namun, setelah pembunuhan perdana menteri Rabin pada tahun yang sama, Israel berhenti menyerahkan wilayah dan kekuasaan kepada Palestina, atau melanjutkan ketentuan-ketentuan kunci lain dari perjanjian tersebut.

Diplomat dan politisi Israel Uri Savir, yang mengepalai tim perunding Israel, mengatakan kelemahan terbesar upaya perdamaian Oslo adalah pesannya tidak cukup disaring untuk rakyat.

Dia berpendapat, baik pembuat kebijakan Israel maupun Palestina sering bereaksi terhadap kritik internal dengan mempertahankan bahwa diplomasi adalah cara terbaik untuk mencapai tujuan kebijakan tradisional.

Namun, akhir-akhir ini, rencana pemerintah Tel Aviv yang baru untuk mencaplok lebih dari 30 persen Tepi Barat yang diduduki telah memberikan pukulan fatal pada Kesepakatan Oslo yang diperoleh dengan susah payah.

Karena itu, hanya masalah waktu ketika Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan penarikan semua perjanjian dan kesepakatan keamanan dengan Israel dan AS, memukul paku terakhir di peti mati perjanjian-perjanjian ini.

"Presiden AS Donald Trump memerintahkan kedutaan besar Amerika di Israel dipindahkan ke Yerusalem, tindakan ilegal menurut hukum internasional," kata Imad Harb, direktur penelitian di Arab Center Washington (ACW).

sumber : Anadolu
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement