REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pemerintah Mesir mengaku sedang mengejar negosiasi politik antara Israel dan Palestina. Kairo menyebut, gencatan senjata yang tercapai di Jalur Gaza baru-baru ini tidak mewakili berakhirnya konflik.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Mesir Ahmed Hafez mengatakan, upaya ekstensif negaranya selama beberapa hari terakhir telah mencapai puncaknya dengan tercapainya gencatan senjata di Gaza. Dia menyebut, ada dua delegasi keamanan Mesir di wilayah Palestina dan Israel untuk menindaklanjuti langkah-langkah implementasi.
"Saat ini, prioritasnya adalah menstabilkan situasi karena gencatan senjata memberikan suasana serius untuk memikirkan masa depan,” kata Hafez dikutip laman Arab News, Senin (24/5).
Dia mengungkapkan, Mesir sedang bekerja untuk menciptakan iklim negosiasi yang kondusif karena hal tersebut sangat penting. "Ada perasaan putus asa antara kedua belah pihak (Israel-Palestina), yang mungkin dimanfaatkan beberapa pihak untuk menyebabkan lebih banyak bentrokan serta konfrontasi," ujarnya.
Hafez mengisyaratkan kesiapan Mesir untuk terus memediasi Israel dan Palestina. “Kami selalu fokus untuk mengawasi penyebab masalah, yang mencapai penyelesaian (permanen),” ucapnya.
Mesir adalah aktor penting dalam tercapainya gencatan senjata di Gaza yang diterapkan pada Jumat (21/5) pekan lalu. Pertempuran terbaru Israel-Hamas selama 11 hari, yakni pada 10-21 Mei, menyebabkan sedikitnya 248 warga Gaza tewas, termasuk 66 anak-anak dan 39 wanita. Sementara, serangan roket Hamas menewaskan 12 warga Israel.
Dalam pernyataan perdana tentang pertempuran terbaru di Gaza, Dewan Keamanan PBB mengakui peran penting Mesir dan negara-negara regional lainnya dalam memediasi Israel-Hamas. Mereka menekankan pentingnya segera menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi penduduk sipil Palestina. “Khususnya di Gaza,” kata mereka pada Sabtu (22/5).