REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Warga Palestina mengalami tindak kejahatan dan ketidakdilan hukum oleh otoritas Israel. Hingga saat ini, otoritas Israel telah mengabaikan jaminan keamanan bagi warga Palestina.
Misalnya, tidak ada kantor polisi di desa-desa dan kota-kota yang mayoritas dihuni oleh warga Palestina. Kepolisian Israel tidak mendirikan pos keamanan di kantong warga Palestina dengan alasan keterbatasan anggaran.
Akibatnya tindak kejahatan dan kekerasan meningkat di wilayah tersebut. Profesor ilmu politik di University of Pennsylvania, Ian Lustick, mengatakan, kekerasan adalah masalah yang sangat parah.
“Pembunuhan merajalela dengan kegagalan sistematis untuk menyelidiki dengan benar, dan sangat jarang terjadi penangkapan dan penghukuman terhadap pelaku,” ujar Lustick, dilansir Aljazirah, Ahad (17/10).
Polisi Israel berhasil memecahkan 71 persen kasus pembunuhan di komunitas Yahudi. Sementara, polisi hanya menangani 23 persen kasus kriminal di wilayah Palestina. Komunitas Palestina, yang merupakan seperlima dari total populasi, telah menjadi korban pembunuhan lebih tinggi dua kali lipat dari orang Yahudi Israel.
Menurut statistik, seorang Palestina berusia 17 hingga 24 tahun memiliki 21 kemungkinan ditembak daripada orang Yahudi dalam kelompok usia yang sama. Sementara, untuk orang Palestina berusia di atas 25 tahun, risikonya 36 kali lebih tinggi daripada orang Yahudi Israel.
“Sama seperti semua layanan publik yang kurang tersedia di sektor Arab; pendidikan, pembuangan limbah, rekreasi, infrastruktur, perumahan, demikian pula kepolisian,” kata Lustick.
Namun, menurut Lustick, masalahnya bukan hanya pada kurangnya sumber daya dan pengabaian. Tetapi masalah yang paling mendasar, yaitu pemisahan masyarakat Israel dan pengucilan orang Arab dari perhatian badan pemerintah dan sebagian besar orang Yahudi Israel.
Selain itu, terjadi penyitaan sebagian besar tanah dan desa-desa Palestina, serta penolakan untuk menyetujui rencana pembangunan. Keadaan ini menghasilkan kepadatan yang parah dan konflik pertaruhan yang sangat tinggi di antara keluarga dan klan atas bagian-bagian kecil dari properti.
“Ribuan kolaborator dan informan dilindungi dari penuntutan, dan senjata yang dapat mereka akses, geng dan klan saling bersaing,” ujar Lustick.
Baca juga : Ribut di Selat Taiwan, China Mengecam AS