Rabu 23 Jun 2021 18:00 WIB

Algoritma Facebook Perkuat Propaganda Militer Myanmar

Algoritma Facebook mendorong pengguna untuk melihat dan menyukai halaman pro-militer

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Facebook (ilustrasi)
Foto:

Global Witness mengatakan temuannya menunjukkan bahwa Facebook gagal menegakkan dasar-dasar dari pedomannya sendiri. Perusahan media sosial didesak untuk bertanggung jawab.

"Platform ini beroperasi terlalu seperti taman bertembok, algoritmanya dirancang, dilatih, dan diubah tanpa pengawasan atau regulasi yang memadai,” kata kepala kampanye ancaman digital di Global Witness, Naomi Hirst.

Pada 23 Maret, tepat sebelum puncak kekerasan militer terhadap warga sipil, Global Witness mengatakan mereka membuat akun Facebook baru yang bersih tanpa riwayat menyukai atau mengikuti topik tertentu. Akun itu mencari “Tatmadaw” atau nama dalam bahasa Burma untuk angkatan bersenjata.

Kata itu memfilter hasil pencarian untuk menampilkan halaman dan memilih hasil teratas halaman penggemar militer yang namanya diterjemahkan sebagai “kumpulan pecinta militer”. Posting lama di halaman itu menunjukkan simpati untuk tentara Myanmar dan setidaknya dua mengiklankan anak muda untuk bergabung dengan militer.

Ketika akun Global Witness “menyukai” halaman tersebut, Facebook mulai merekomendasikan halaman terkait dengan materi yang menghasut kekerasan. Selain itu bermunculan klaim palsu tentang campur tangan dalam pemilihan tahun lalu dan dukungan kekerasan terhadap warga sipil.

Facebook mengatakan larangan Tatmadaw dan tindakan lainnya telah mempersulit orang untuk menyalahgunakan layanan untuk menyebarkan bahaya. "Ini adalah masalah yang sangat bermusuhan dan kami terus mengambil tindakan terhadap konten yang melanggar kebijakan kami untuk membantu menjaga orang tetap aman," ujar perusahan itu.

"Sekali lagi, Facebook menunjukkan bahwa itu bagus dalam membuat pengumuman luas dan buruk dalam menegakkannya. Mereka memiliki waktu bertahun-tahun untuk meningkatkan pekerjaan mereka di Myanmar tetapi sekali lagi mereka masih gagal," kata  mantan ilmuwan data dan whistleblower Facebook yang menemukan bukti manipulasi politik di negara-negara seperti Honduras dan Azerbaijan saat masih bekerja di Facebook, Sophie Zhang. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement