Jumat 29 Oct 2021 20:08 WIB

Kamboja Jadi Ketua, ASEAN Masih Tekan Junta Myanmar

Pemerintah Kamboja mendorong junta militer Myanmar untuk membuka dialog.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Foto selebaran yang disediakan oleh Istana Kepresidenan Indonesia menunjukkan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen (kiri), Presiden Indonesia Joko Widodo (tengah) dan Menteri Luar Negeri Laos Saleumxay Kommasith (kanan) menghadiri pertemuan para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di sekretariat ASEAN, di Jakarta, Indonesia, 24 April 2021. Para pemimpin ASEAN bertemu untuk membahas krisis Myanmar.
Foto:

Namun ia mengatakan 'pada saat ini' tidak tepat untuk terus membicarakan tidak diundangnya jenderal tersebut. "Hal-hal mungkin dan akan berkembang, itu semua bergantung pada Myanmar," katanya.

Dua orang diplomat ASEAN yang meminta tidak disebutkan namanya mengatakan ASEAN akan menggunakan langkah tidak mengikutsertakannya dalam pertemuan puncak kepala negara untuk menekannya. Mengizinkan utusan ASEAN bertemu dengan oposisi militer.

Junta mengatakan tidak akan mengizinkan Aung San Suu Kyi untuk ditemui. Pemimpin pemerintah demokratis menghadapi sejumlah dakwaan.

Para diplomat mengatakan tes berikutnya bagi langkah ASEAN tidak mengikutsertakan pemerintah junta akan terjadi pada pertemuan ASEAN-Cina bulan Depan. Diperkirakan pertemuan tersebut dihadiri Presiden Cina Xi Jinping.

Para diplomat menambahkan hampir tidak mungkin Min Aung Hlaing menghadiri pertemuan ASEAN-Uni Eropa yang akan digelar tahun ini. Paling tidak karena Uni Eropa menolak kehadirannya.

Peneliti senior di National University of Singapore Evan Laksmana mengatakan setelah berbulan-bulan mengalami perpecahan dan berpura-pura, ASEAN sudah semakin menyatu dalam menangani Myanmar dengan tegas. Kamboja memberi sinyal ingin terus mendorong progres tersebut.  "Sekarang momentumnya dan junta dalam tekanan, ASEAN harus menyerang saat besi masih panas," katanya.

Sementara itu muncul laporan militer Myanmar menyiksa tahanan dengan cara sistematis di seluruh negeri. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengungkapkan kegeramannya dan menuntut penyelidikan independen.

Pakar hak asasi manusia PBB di Myanmar juga mendesak masyarakat internasional menekan pemerintah militer. Para anggota parlemen AS mendesak Kongres untuk bertindak menanggapi laporan The Associated Press berdasarkan wawancara dengan 28 orang termasuk perempuan dan anak-anak yang dipenjara dan dibebaskan sejak militer merebut kekuasaan.

"Kami marah dan terganggu dengan laporan rezim militer Burma menggunakan 'penyiksaan sistematis' di seluruh negeri," kata Departemen Luar Negeri AS yang menggunakan Burma untuk menyebut Myanmar.

"Laporan penyiksaan di Burma harus diinvestigasi dengan menyeluruh dan mereka yang bertanggung jawab atas penyiksaan itu harus dimintai pertanggung jawaban," tambah Departemen Luar Negeri AS.

Dalam laporan itu terdapat bukti-bukti foto, sketsa, surat dari penjara, dan kesaksian dari tiga perwira militer yang disersi baru-baru ini. Laporan tersebut memberikan pandangan paling komprehensif mengenai sistem tahanan di Myanmar yang menampung 9.000 orang lebih sejak militer berkuasa. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement